Mr. Sunshine Episode 1 Part 1 ~ by2206am

Mr. Sunshine Episode 1 Part 1 ~ by2206am


Terlihat beragam poster berita tak terurus tertempel memenuhi dinding – dinding tua suatu kota. Samar – samar mulai terdengar suara langkah kaki, bayangan pria itu semakin mendekat hingga wajahnya tersorot kamera. Dia berdiri mematung di depan New York Music Box. 


Dari balik jendela kaca itulah, Eugene dengan pakaian tentara Amerika lama terdiam melihat kotak music kuno yang tengah mengalunkan melodi.


Alunan musik terus mengiringi Eugene yang kini melangkah menyusuri bangunan megah. Dua orang tentara menyapa memberikan hormat.


Setiba di tempat tujuan Mayor Kyle langsung menyodorkannya bir. Eugene menolak, terlihat beberapa luka kecil tergores di kedua wajah pria yang sedang  berbincang akrab itu, “Bukankah kau seharusnya di rumah sakit ?”, tanya Eugene


“Katanya aku diperbolehkan berjalan. Tidak boleh ada tembakan lagi. Yah tidak apa – apa..”

“Setidaknya aku bisa selamat”, jawab santai Mayor Kyle sambil terus menenggak minuman alkoholnya.

Ngomong – ngomong bagaimana caramu mengeluarkanku dari parit itu ?, lanjutnya.


Eugene tak menjawab tapi malah melemparinya candaan dengan mengatakan jika ia berharap bisa dipromosikan setelah melakukan tindakan penyelamatan kemarin.

“Kurasa rencanamu berhasil. Eugene, kita bisa membuat ini berhasil..”

“Kita dapat promosi dan mendapat panggilan dari Gedung Putih”, jawab Mayor Kyle sementara Eugene menatapnya tak percaya.


Beberapa saat kemudian mereka sudah berdiri penuh wibawa menghadap Presiden Teodore Roosevelt.

“Sejauh ini kita baik – baik saja dan kita berutang pada perbatasan..”

“Berkat perang antara Spanyol – Amerika kita telah mengklaim batas baru..”

“Filipina, Guam, dan Puerto Rico. Mulai sekarang daripada focus di wilayah Eropa Atlantik..”

“Masa depan kita bergantung pada wilayah Pasifik di seluruh Cina…”


“Mayor Kyle Moore, Kapten Eugene Choi, Bicaralah dengan lembut, bawa tongkat besar, dan berangkatlah ke Joseon”, Perintah Presiden sambil menghentikan globe yang sedari tadi berputar di sampingnya.

Mereka langsung memberikan hormat penyanggupan.


Diluar Kyle yang berjalan dipapah kruk bertanya – tanya apakah tugas barusan termasuk kabar baik atau malah kabar buruk, “Maksudku Joseon, itu kabar baik ?..”

“Selama masa sensitive seperti ini, dan kau akan menjadi Kedutaan Amerika kau akan bisa mendukung Joseon..”

“Joseon itu kampung halamanmu kan ?”, tanya Kyle


Eugene menyangkal, ia menjawab jika memang lahir disana tapi kampung halamannya tetaplah Amerika, “Joseon tak pernah membawaku masuk”, balasnya dengan ekspresi tak bisa didefinisikan.


Eugene membaca kumpulan laporan dari Laksamana John Rodgers. Matanya menatap sekilas foto – foto rakyat Joseon yang terjejer di meja. Tangannya kemudian meraih sebuah peta. Ia lama melihatnya dengan pandangan menyakitkan.


10 Juni 1871
Tahun ke-8 Pemerintahan Gojong

Sejumlah kapal Amerika berlayar mengarungi lautan menuju Joseon.


Disisi lain terlihat seseorang memacu kuda tergesa – gesa menuju kerajaan.


Di dalam istana, Raja Gojong membahas informasi pelik terkait Amerika bersama ketiga bawahannya. Song Young melaporkan jika lima kapal Amerika muncul di perairan pesisir Ganghwa, “Mereka meminta izin menjelajahi daerah Ganghwa..”


“Kemudian mereka menuduh kami membakar kapal asing di Pyongyang pada tahun 1866..”

“Tapi hari ini mereka ingin mempererat hubungan diplomatik dengan kita”, ujar Song Young


“Amerika itu Negara macam apa ?”, tanya raja. Kim Pan Suh angkat bicara. Ia mengatakan jika Amerika didirikan oleh Wasington yang bernegosiasi dengan Inggris, “Anda bisa menganggapnya sebagai desa kecil dipenuhi orang barbar”


Menteri di sebelah Pan Suh menyarankan raja agar melakukan perlawanan. Raja muda kesulitan mengambil keputusan. Pan Suh langsung menyarankan perintah genjatan senjata, “Perbanyak pasukan tentara dan meriam di daerah Ganghwa..”


“Dari Korps Pelatihan Militer, 2 unit, Korps Penghancuran Khusus, 300 orang, seribu geun bubuk senapan, sepuluh busur, dan 300 pemanah..”, usul Pan Suh.

Karena kekurangcakapannya dalam memimpin, raja akhirnya menerima masukan itu. (sebel lihat raja dikendalikan -_-)



Di rumah, Pan Suh meneruskan percakapan dengan teman bangsawannya yang ternyata adalah menteri Lee Se Hun. Ia menyadari jika pasukan laut Amerika jumlahnya terlalu banyak dibandingkan tentara Joseon yang dikirimkan. Pan Suh lanjut menertawakan kebodohan raja.


Pelayan membawakan hidangan. menteri Lee terpanah melihat kecantikan seorang budak. Pan Suh tersenyum licik, “Kudengar kau pindah ketempat tinggal yang lebih besar..”

“Pasti membutuhkan lebih banyak pelayan wanita”, tawarnya secara tak langsung.

Menteri Lee menawarkan Pan Suh jabatan sebagai Kepala Hakim Ibukota.

“Tentu saja. Astaga. Bukankah tempat itu sudah ditempati oleh seseorang ?”


“Besok bisa saja tempat itu kosong.”, jawab menteri Lee


Pan Suh tertawa sembari memujinya cerdas.Ia lanjut mengatakan jika budak tadi sudah menikah. Menteri Lee membanting keras gelas araknya lalu menimpali enteng jika ia hanya tinggal menyingkirkan pasangannya.


Ternyata suami budak itu tak sengaja mencuri dengar obrolan mereka, raut wajahnya mulai tampak was-was.


Hari telah berganti, seorang anak budak yang kepayah membawa tumpukan kayu bakar di punggungnya mendadak berhenti berjalan saat mendengar suara gagak tepat di depan orang terpandang, Go Sa Hong yang duduk istirahat ditemani pelayan Ah Beom. Ia lama mendongak, melihat burung di langit hingga membuat kakek Go, bertanya apa yang sedang dilakukannya.

“Memandang langit”


“Kenapa dengan itu ?”

“Aku berfikir bagaimana seekor burung hitam bisa merusak pemandangan langit”, jawab polos bocah itu.


“Rumah mana yang kau layani ?”. Anak budak menanyakan alasan keingintahuannya. Kakek Go memperingatkan, “Matamu harus direkatkan ke tanah, langit terlalu tinggi untukmu..”

“Jika budak melihatmu atau membidikmu mereka cenderung mati rasa”


“Aku tahu itu”, timpal sang anak dengan wajah kelelahan. Ia lanjut memberi hormat sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan. Kakek Go memandang kepergiannya.


Di hadapan krumunan budak Joseon, Pan Suh menghakimi suami pelayan wanita kemarin, “Aku tahu mimpi semalam adalah pertanda baik..”

“Sekarang ini yang kusebut keberuntungan..”

“Beraninya budak semacam kau mencoba melarikan diri”, bentak Pan Suh terdengar angkuh. Ia langsung memerintahkan pengawal segera melaksanakan hukuman mati. 


Pengawal menendang suami pelayan hingga tersungkur di atas tikar. Sang istri terus berteriak memohon, “Kami telah melakukan dosa besar..”

“Tolong jangan bunuh dia. Tuanku, saya minta maaf..”

“Dia tidak berbuat salah. Aku yang salah. Aku yang menyuruhnya untuk lari”


Anak budak bergegas melepas tali kayu bakar di punggungnya saat mendapati kedua orang tuanya tertimpa masalah.Ia segera berlari kedalam pelukan sang ibu yang duduk terisak tangis di depan ayahnya yang kini tengah menerima bertubi – tubi pukulan di dalam gulungan tikar.


Pan Suh lanjut memerintahkan hukuman membuat sang ibu semakin histeris, “Seorang anak harus menanggung dosa orang tuanya, kau kesana dan lihatlah..”

“Lihat dan pelajari apa yang terjadi pada budak yang tidak mentaati hukum, tunggu apalagi. Habisi dia..”, perintah Pan Suh agar pengawal semakin mengeraskan tendangan ke tubuh suami budak.


Anak budak tidak tahan, ia menghampiri Kim Ahn Pyung, anak Pan Suh untuk meminta pertolongan. Namun tubuhnya malah di hempaskan ke tanah, “Ayahku akan menggulungku jika aku melakukannya. Orang – orang sedang lihat, pergi sana !!”


Anak budak mengambil tongkat rapuh untuk membalas perbuatan keji Pan Suh tapi tubuhnya yang kecil langsung di lemparkan pengawal.


“Yoo Jin ~ aa”, teriak ibu itu melihat anaknya kesakitan mendapat tendangan.


Mata sang ibu benar – benar menyorotkan kebencian, ia berhasil melepaskan pegangan pengawal yang sedari tadi mencengkram tangannya.


Ia berlari menyandera istri Ahn Pyung yang sedang mengandung sambil menodongkan tusuk rambut di leher Ho Sun. Suasana sangat menegang,  Ahn Pyung mundur ketakutan. Pengawal berjalan mendekat membuat istri budak langsung mengoyak leher Ho Sun, “Jangan bergerak. Kalian bergerak aku bunuh dia !!”, ancamnya.


“Jangan bergerak. Kalian disuruh diam !! Dasar J*L*Ng beraninya kau mencoba membunuhku !!”, marah Ho Sun

“Sayatan berikutnya akan lebih dalam lagi, kau selamatkan anak – anakmu..”

“Dan aku akan selamatkan hakku”, tegas istri budak menatap tajam Pan Suh. ia lalu mengambil hiasan di baju Ho Sun dan melemparkannya ke hadapan Yoo Jin yang terkapar, “Ambil SEKARANG !”


Yoo Jin bangkit tapi masih belum pergi juga. Ibu menjelaskan jika harga aksesoris itu setara tiga mal beras, “Jangan ditukar dengan lebih sedikit. Ambil dan pergilah..”

“Jangan pernah kembali. Pergilah !!!”
, usirnya sekali lagi


Pan Suh emosi, ia memerintahkan penangkapan Yoo Jin. Istri budak balik mengancam akan membunuh bayi Ho Sun yang masih belum lahir.


Ho Sun gemetar sementara Ahn Pyung menyuruhnya bertahan, “Kau harus kuat”

“Berhentilah bicara dan lakukan sesuatu, aku hampir mati !!”, balas Ho Sun yang lanjut membentak pengawal, “Jangan ada yang bergerak satu langkah pun..”

“Aku akan perhatikan siapa yang melangkah”.

Yoo Jin  menatap pedih sambil berulangkali menggumamkan nama sang ibu.

“Kematian kita tidak akan sia – sia jika kau lari..”

“Pergilah. Pergi sejauh mungkin”, ungkap ibu Yoo Jin.


Yoo Jin berlari menggenggam erat hiasan Ho Sun sambil sesekali menengok ke belakang.Pan Suh mulai meluncurkan anak panah namun keberuntungan masih menyelimuti anak itu karena mata panah justru mengenai pengawal yang mengejarnya. 


Ibu Yoo Jin lega saat sang anak sudah tidak tampak di pandangannya. Ia terduduk lemas setelah melepaskan Ho Sun yang sudah siap melahirkan.

Ibu Yoo Jin meminta agar nyawanya segera diambil.

“Aku sangat ingin membunuhmu. Tapi keberangkatanku di dunia bergantung padamu makanya aku tidak mau”, jawab Pan Suh yang langsung melepaskan anak panah ke tubuh ayah Yoo Jin.

(maksudnya Pan Suh tetap mempertahankan ibu Woo Jin karena menteri Lee yang bisa menaikkan pangkat jabatannya di pemerintahan sangat menginginkan wajah cantik budak itu -_-)

Ibu Yoo Jin merasa putus asa.Ia berlari menceburkan diri ke dalam sumur.


Yoo Jin yang belum terlalu jauh seketika terisak tangis menyaksikan kematian ibu dan ayahnya dari celah pohon hutan.


Tampak sobekan baju di tiang sumur dan satu sepatu lusuh ibu Yoo Jin yang semakin tenggelam.

Yoo Jin melanjutkan pelarian. Ia sadar pengawal makin mendekat.


Di kediamannya Pan Suh menyodorkan segenggam kepingan koin di hadapan Il Sik, ia menyuruhnya menemukan Yoo Jin dalam waktu enam hari. Sementara Ahn Pyung memberikan gambaran wajah anak budak itu pada ahli lukis, “Matanya sangat cerah..”


“Rambutnya kusut tapi cocok dan hidungnya..”, penjelasannya terhenti seketika setelah Pan Suh melemparinya buku tebal, “Apa ? Memang seperti itu”.


Il Sik bersama rekannya segera berpamitan sambil mententeng sketsa Yoo Jin yang berhasil diselesaikan pelukis.



Entah sudah beberapa malam berlalu, Yoo Jin berwajah lusuh masih terus berlari.Ia bertahan hidup dengan memakan ubi manis mentah di ladang.

Jarak Il Sik semakin dekat dengan buruannya. Rekannya menunjukkan sketsa Yoo Jin, salah satu penduduk memberi tahu arah pergi anak budak itu.


Yoo Jin istirahat sejenak sembari membasuh muka di sungai.


Menjelang sore hari, beruntung pengejar yang selangkah di belakang tidak menyadari keberadaan Yoo Jin yang tengah berbaring di luasnya rerumputan.


Sementara Ho Sun menimang bayinya yang sudah lahir sambil memegangi bekas luka sayatan di leher.


Esoknya, Yoo Jin yang kelaparan langsung menyantap rakus makanan di rumah pembuat gerabah. Hwang Eun San sang pemilik rumah menangkap basah aksi pencurian itu membuat Yoo Jin tersedak, “Apa makanan itu sesuai seleramu ?Kau bisa sakit kalau makannya cepat”.


Eun San pergi tanpa ambil pusing, tapi sebelumnya ia menunjukkan arah sumur untuk mengambil minum.


Yoo Jin mulai makan dengan pelan, setelah selesai, ia menghampiri Eun San yang sedang menyalakan tungku pembakaran. Yoo Jin menyerahkan hiasan Ho Sun, “Barang ini bernilai tiga mal beras, tapi aku cuma mau ambil dua setengah saja..”


“Sementara sisanya untuk makanan”. Eun San tertawa mendengarnya dan mengatakan jika benda itu tidak akan berguna untuknya,“Kau dapat benda itu dari mana ?”

“Kau terlihat seperti budak yang melarikan diri atau anak tukang daging yang ditelantarkan. Mana bisa aku menjual sesuatu yang kau curi.Aku bukan orang bodoh”, lanjut Eun San.


“Ini bukan hasil curian. Terimalah ini demi hidup ibuku”


(Lanjut Part 2)