Mr. Sunshine Episode 1 Part 2 ~ by2206am
Eun San menghela nafas, “Aksesoris itu sepadan dengan hidup dan beberapa makanan..?”
“Betapa mahalnya. Itu terlalu mahal untukku. Ambil kembali dan pergilah. Aku sibuk”, usirnya
Yoo Jin meminta dua mal beras, ia juga memelas berharap Eun San mengizinkannya menginap satu malam. Eun San sangat keberatan, ia menolak tegas permintaan budak kecil itu.
Suara seorang Amerika, Joseph menghentikan percakapan mereka.
Yoo Jin refleks mundur terduduk di atas tungku. Eun San menggerutu kesal mendengar namanya di panggil - panggil, “Apa dia memakan semua hwatong itu ? kenapa suaranya nyaring begitu”
joseph dengan menggunakan bahasa Joseon, merajuk beralasan jika kapal Amerika sudah tiba jadi ia menginginkan segera hasil karya Eun San, “Laksamana suka gerabah buatan China. Aku harus segera kembali ke Amerika”.
Eun San tidak perduli, ia mengusir mereka berdua. Leo kembali memanggil nama Eun San yang meninggalkannya begitu saja. Yoo Jin menarik ujung jas Leo.
“Astaga, kau mau apa !!??”, marah Joseph
“Dimana Amerika ?”, timpali Yoo Jin
Joseph belum sempat menjawab, mereka semua terkejut karena tiba-tiba suara dentuman meriam memecah langitan, Eun San berhenti berjalan.Ia melihat kumpulan burung terbang ketakutan.
Ternyata perang Amerika – Joseon tengah meletus. Di lokasi gong – gong mulai dibunyikan. Puluhan bom Amerika berhasil melumpuhkan ratusan tentara Joseon.
Seorang pemuda kumuh selamat dari bom yang baru saja dilemparkan meski telinganya masih berdenging sepersekian detik usai ledakan. Ia terenyuh melihat puluhan mayat terbakar di hadapannya. Salah seorang ajjushi menggoncangkan tubuhnya agar lekas tersadar.
Remaja itu berlari sekuat mungkin diiringi narasi seorang Amerika, “Musuh – musuh masih terus berjuang melakukan perlawanan, bahkan meski kekalahan di depan mata. Walau berada di ambang kehancuran, belum ada pembelot tunggal. Bahkan dengan kekuatan luar biasa sekalipun, musuh terus bangkit kembali, berkali – kali, di bawah bendera Negara pertempuran.
Mereka dengan tombak dan pedang patah terus bertarung dengan melemparkan kerikil dan tanah. Aku tak pernah menyaksikan pertarungan sengit dan mengerikan seperti ini”
Tentara Joseon pantang meski dari segi peralatan senjata Joseon masih tergolong sederhana karena pasukan Amerika sudah menggunakan senapan pompa yang lebih praktis tanpa harus menyulutnya dengan api.
Tentara Amerika berhasil memukul mundur. Terlihat seorang berpakaian Hanbok berjalan beriringan. Ia berada di pihak Amerika.
Remaja kumuh masih bertahan, ia memberikan api pada senjata rekannya. Namun seusang peluru mematuk tubuh sang rekan. Tanpa tersadar tangan remaja itu masuk ke kobaran api.
Ia melupakan rasa sakit dan langsung pergi mencari keberadaan ayahnya. Remaja kumuh memaksa sang ayah agar segera meninggalkan medan perang.
Ayah menentang keras, “Dasar bodoh ! Siapa yang akan menjaga tempat ini jika kita lari ?Api ! Api ! Berikan aku api !”
Remaja yang bernama Jang Seung Goo itu tak bisa membantah lagi, tapi naas satu peluru yang bersarang di dada membuat tubuh sang ayah tumbang ke tanah.
Selama beberapa detik tubuh Seung Goo seakan tak bisa digerakkan. Seung Goo menangis memeluk orang terkasihnya. Ia melihat sang ayah tetap berusaha menggenggam senjata hingga ujung nafas terakhir.
Seung Goo berdiri, berteriak penuh dendam. Ia menembak membabi buta dan peluru barusan sukses melukai kaki Lee Wan Ik, sang penghianat Joseon.
Kumpulan tentara musuh mengitari tubuh Seung Goo sambil menodongkan senjata. Seung Goo meremas tanah dengan sangat emosi sembari menatap tajam Wan Ik.
Tampak satu bendera Amerika berkibar di tanah Joseon yang telah porak poranda. Langit seolah ikut berduka, hujan tiba – tiba turun mengguyur ratusan tubuh tentara pejuang tanpa nyawa.
Berita perang sampai ke telinga raja, “Sebanyak 243 orang Joseon tewas dalam pertemburan..”
“Dan 100 lainnya tenggelam. Jenderal Heo juga kehilangan nyawanya dalam pertarungan ini”, beritahu Song Young.
“Apa Joseon kalah ?”, tanya raja
Bupati Hyeon menjawab jika selama belum dilakukan perjanjian diplomatik, keadaan masih belum bisa dipastikan.
“Lalu apa Amerika kalah ?”, tanya raja lagi.
“Amerika mungkin punya kekuatan militer yang superior. Tapi dalam arti diplomatik mereka kalah..”
“Itu kemenangan kosong mereka walau kekelahan berbuah pada kita”, perjelas Pan Suh
Song Young menambahkan informasi jika 20 tentara menjadi tahanan perang di tangan Amerika.Ia mengusulkan agar raja segera memulangkan rakyatnya yang tersisa. Namun Pan Suh menyela, ia selalu ingin masukannya yang didengarkan, “Jadi maksudmu, kita harus bernegosiasi dengan orang barbar ?”
“Kita harus menyelamatkan orang – orang yang berjuang untuk negara kita”, balas Song Young yang sedari tadi berusaha sabar.
“TUTUP MULUTMU !!”,
“Kita tidak tahu apa yang mereka minta sebagai pengganti tahanan..”
“Mereka yang dtahan, ditangkap karena mereka gagal melakukan tugasnya dan selamat. Mereka hanyalah para pengecut”, bentak Pan Suh yang lanjut menyuruh raja mengirimkan kabar jika tawanan perang tidak akan kembali.
Raja tampak berfikir sementara Song Young hanya menatap pasrah. Bupati Hyeon menyarankan diadakan tawaran.
“Tawaran perdamaian, sama saja dengan menjual Negara kita ”, tolak Pan Suh.
Kita tidak diperdengarkan apa keputusan Gojong, yang jelas kini bupati Hyeon tengah duduk mendengarkan Wan Ik berbicara bahasa Inggris dengan seorang Laksamana, “Kami masih tidak bisa membangun hubungan diplomatik dengan pengadilan Joseon”
“Sepertinya rakyat Joseon tidak mengaku kalah dengan mudah. Kami salah karena berfikir bahwa mereka akan menyetujuinya karena takut seperti yang dilakukan Jepang”, simpul Laksamana.
Bupati Hyeon mengejek Wan Ik bodoh karena tidak kunjung menterjemahkan apa yang barusan mereka bicarakan. Wan Ik menatap geram, “’Kami ingin membudayakan orang – orang liar Joseon..”
“Jika mereka tidak tertarik tinggalkan saja’.Itu yang dia katakan”, balas Wan Ik bohong.
Bupati berdiri penuh amarah, “Beraninya kau bicara kotor seperti itu ! Kau hanya seorang penerjemah !”. Letnan disamping Laksamana bersiap mengayunkan pedang, bupati Hyeon terpaksa diam.
Diluar tentara Amerika merayakan kemenangan dengan mengambil beberapa foto, mereka juga memotreti tawanan perang sebagai bukti dokumentasi (ini kumpulan foto - foto yang dilihat Eugene dimejanya)
Wan Ik kehilangan fungsi salah satu anggota geraknya karena peluru Seung Goo, ia berjalan tertatih di depan puluhan tawanan, salah seorang menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Wan Ik menanggapi acuh, “Urusan hidup dan mati kalian terserah orang asing, Joseon sudah meninggalkanmu”
Pria tahanan tak percaya, “Itu tak mungkin. Kau bohong..”
“Tidak ada negara yang akan berbalik melawan rakyatnya”
Wan Ik mengejeknya bodoh karena mau mengorbankan nyawa untuk negara yang kini menelantarkan mereka. Wan Ik lanjut menyodok Seung Goo yang dari tadi menatapnya. Ia berjanji akan menghabisi nyawa Seung Goo suatu saat nanti. Pemuda itu tak bergetar sedikitpun
“Dasar b*jing**n. Bukankah kau orang Joseon ?”, marah tahanan tadi
“Kalau kalian mau berlebihan begitu maka kalian akan menjadi tamuku !”
Letnan datang, dia menyuruh Wan Ik membebaskan seluruh tawanan perang tanpa menyakiti mereka sedikitpun. Wan Ik protes. Letnan menjelaskan jika Amerika adalah negara yang budiman, “Para tahanan ini bertarung demi negara mereka..”
“Amerika Serikat akan membebaskan mereka sebagai tanda rasa hormat”.
Wan Ik tak habis pikir ia mengumpat dalam bahasa Joseon, “Budiman, omong kosong macam apa itu ?”
“Jadi kau membunuh lebih dari 300 orang karena kau merasa benar”. Tentara Amerika diam karena tak memahami bahasa Wan Ik
Wan Ik lanjut bergumam, “Jadi kini aku harus beralih ke Jepang ?”
Banyak penduduk Joseon yang sedang berduka, mereka mulai menyusun batu pemakaman korban perang tak terkecuali Seung Goo. Eun San berjalan mendekat memanggil namanya.
“Tuan. Ayahku tuan....”, ucap lemah pemuda malang itu.
Eun San merawat luka Seung Goo. Ia berkata jika tidak ada luka yang serius hanya luka memar yang cukup parah di sekujur tubuhnya, “Kau akan merasa sakit selama beberapa hari..”
“Tidurlah disini sekarang dan besok ikut aku ke tempat pembakaran gerabah”. Seung Goo menolak, ia berencana pulang karena senjata ayahnya masih ada dirumah.
“Kenapa kau butuh senjata ketika kau bahkan tidak bisa membunuh seekor semut ?”
“Apa yang akan dilakukan anak seorang penembak selain menjadi penembak ? Aku tahu cara mengatur jebakan dan cara memangkas bulu rubah serta kelinci”, jelas Seung Goo penuh tekad.
Eun San menyarankannya berangkat saat musim semi karena musim dingin akan segera tiba. Seung Goo melarangnya khawatir, “Aku tidak akan kelaparan tuan”
Eun San tak bisa menentang keputusan bulatnya. Ia memberitahu pemuda itu jika ayahnya gugur dengan cara yang benar, “Dia mempertaruhkan hidupnya untuk anak – anaknya yang akan terus hidup di tanah ini. Jangan lupakan itu”
“Tuan, aku.. Aku tidak akan pernah mati seperti ayahku.”
“Itu sebabnya aku memegang pistol sekali lagi, untuk menghancurkan kekejaman ini dari negara yang tega menelantarkan orang – orangnya sendiri dengan tanganku”, balas Seung Goo
“Tuan, aku.... Akan menjadi pemberontak”, lanjutnya membuat Eun San hanya mengangguk menahan tangis.
Esoknya Eun San tiba di tempat pembakaran dan mendapati Il Sik bersama rekannya telah bertengger di halaman tempat kerjanya. Ik Sik menanyakan Yoo Jin.
“Apa aku pernah melihatnya ?”, balas enteng Eun San. Rekan Il Sik yang bernama Choon Shik langsung mengeluarkan pedang dari sarungnya, Eun San melawan dengan tongkat kayu kecil yang sedari tadi digenggamnya.
Setelah Choon Shik berhasil dijatuhkan, Il Sik takut dan memutuskan pergi tanpa bertanya lebih lanjut.
Yoo Jin ternyata masih di sana. Ia bersembunyi di dalam kotak kayu kecil berisi jerami sambil membekap mulutnya agar tak bersuara. Eun San membuka kotak itu, ia menatap Yoo Jin yang mulai menangis ketakutan karena mengira yang berjalan mendekat kearahnya adalah pemburu budak, “Apa ini semacam tembikar ?”
“Apa aku pernah membuat sesuatu seperti ini ? Harus aku lihat apa ini rusak ?”. Eun san menendang kotak itu membuat tubuh Yoo Jin terguling di tanah.
“Kusuruh kau pergi !!”
Yoo Jin mengeluarkan semua keluhannya, “Aku tidak bisa pergi kemana – mana. Ayahku dipukuli sampai mati dan ibuku melemparkan dirinya ke dalam sumur..”
“Seperti yang anda lihat, pemburu budak mengejarku..”
“Aku akan dipukuli sampai mati jika mereka menangkapku atau mati kelaparan jika tidak menangkapku..”
“Aku tidak punya tempat untuk dituju di seluruh negeri ini. Tolong bantu aku”, curah Yoo Jin putus asa.
Eun San tampak luluh namun ia perpura – pura acuh, “Itu bukan urusanku. Aku sudah cukup mengurus semuanya”
Yoo Jin meraih tangan Eun San, “Aku mohon. Aku akan pergi ke Amerika atau kemanapun itu. Anggaplah anda tidak pernah melihatku”
Joseph menemui Eun San untuk berpamitan. Ia menanyakan apa yang telah terjadi dengan bocah dihadapannya dalam bahasa Joseon.
“Orang yang dipanggil Tuhan yang kau percaya. Apa dia benar – benar ada ?”, tanya Eun San
“Tentu saja”
“Apa Dia benar mendengarkan jika kau berdoa ?”, tanya Eun San lagi sementara Joseph membenarnya sambil mendongak ke langit.
“Kalau begitu berdoalah dengan keras untuk semua orang Joseon di mana rakyatnya terbunuh, kau harus merawatnya”.
Joseph tak mengerti ucapannya.
“Bawa dia ke Amerika atau apa pun namanya”, perjelas Eun San
“Aku ? Kenapa ? Eun San yang benar saja... Aku bisa dapat masalah. Aku tak mengenalnya”, protes Joseph sementara Yoo Jin sudah mengucapkan berulang – ulang terima kasih pada Eun San.
Yoo Jin kembali menyerahkan harta satu – satunya. Ia berjanji akan membalas kemurahan hati Eun San. Eun San menyelipkan hiasan itu kedalam baju Woo Jin dan menyuruhnya berhenti bicara omong kosong, “Bertahan hiduplah di Amerika”
Sebelum pergi Eun San memberikan beberapa tembikarnya pada Joseph. Joseph menggerutu tapi ia tak bisa menolak permintaan temannya untuk membawa Yoo Jin.
Kapal Amerika pembawa Yoo Jin sudah melaju, tapi Yoo Jin masih harus tetap bersembunyi di dalam kotak kayu untuk menghindari masalah yang mungkin terjadi.
Kotak persembunyian itu kini berada di gudang makanan kapal. Sesekali Yoo Jin keluar untuk mengisi perutnya dengan mengambil bahan pangan yang tersedia. Leo beberapa kali datang mengecek sambil memberinya botol minum.
Merasa keadaan aman, Yoo Jin melonggokkan kepala memandang takjub pemandangan Amerika dari bali jendela.
Setibanya, Yoo Jin langsung berlari mengejar Joseph yang makin menjauh. Ia terus menutup kedua telingannya karena kebisingan yang ditimbulkan cerobong kereta. Penduduk New York melemparkan pandangan aneh terhadapnya. Tanpa sadar Yoo Jin menabrak Joseph yang berhenti tiba – tiba, “Astaga, aku sampai takut kalau aku bicara bahasa Joseon. Kenapa kau mengikutiku ?”
“Aku tak punya tempat untuk kutuju. Tolong antar aku”
“Apa ? Hei bocah. Tanganku sudah penuh barang bawaan. Kau bilang mau ke Amerika. Ini Amerika. Aku sudah membantumu !!”, marah Joseph
“Aku mohon, aku akan melakukan apapun yang anda minta. Aku akan makan sedikit dan bekerja dengan keras. Aku cuma meminta tempat tinggal”, pinta Yoo Jin membuat Joseph terpaksa menurunkan barang bawaannya.
“Orang Joseon benar – benar membuatku takut. Aku memberimu satu inch dan sekarang kau mau berjalan satu mil ?”
“Anda bilang Tuhan ada di mana – mana, anda bilang dia mendengar semuanya. Apa Dia tidak ada disini ?”, balas Yoo Jin sehingga benar – benar membuat Joseph kehabisan kata. :D
Mereka akhirnya melanjutkan perjalanan. Joseph berkata akan membantu Yoo Jin namun hanya sementara,“Aku tidak bisa terus menjagamu. Kau ajari aku bahasa Joseon dan dalam tiga tahun aku akan kembali ke Joseon”
Yoo Jin menyanggupi tanpa banyak protes.
“Siapa namamu ?”, tanya Joseph
“Choi Yoo Jin”
“’Yoo Jin ?’. Kau punya nama yang bagus. Disini kamu juga harus punya nama. Eugeneus ?”
“Aku menamaimu Eugene yang berarti agung dan mulia”, jelas Joseph membuat Yoo Jin tersenyum senang mendengar arti nama barunya.
(Lanjut Part 3)