Mr. Sunshine Episode 1 Part 3 ~ by2206am
Waktu berlalu begitu cepat, Yoo Jin mampu beradaptasi dan bertahan hidup dengan bekerja seadanya, tapi penderitaannya masih tetap berlanjut. Ia terus menerus di rundung dan diusir agar segera kembali ke negara asalnya.
Ia menumpahkan semua tangis beban hidupnya di depan New York Music Box.
Di usia remaja nasibnya tetap sama. Anak – anak semakin memukul dan menginjak – injak tubuhnya. Ia tersungkur dengan beberapa luka di wajah. Seseorang melemparinya kotak uang, tapi pandangannya fokus mengarah ke jajaran tentara Amerika yang melintas.
Ia bertanya penuh tekad bagaimana caranya menjadi penduduk Amerika pada salah satu anak jalanan.
Sesaat kemudian, Yoo Jin memangkas rambut panjangnya.
Tokyo tahun 1875
Lee Wan Ik merubah sekutunya, kini ia tengah menjilat perdana menteri Ito Hirobumi, “Aku adalah putra kelima dari petani miskin..”
“Aku menyalahkan keluargaku karena tidak memiliki apa – apa. Tapi aku menyadari bahwa aku dilahirkan dengan sesuatu yang luar biasa..”
“Sesuatu yang tidak terhindarkan akan mendatangkan kekayaan besar”
“Apa itu ?”, tanya perdana Menteri
“Itu Joseon tuan. Tolong beri aku 50.000 won. Jika anda memberikan, aku akan memberikan anda Joseon”
“Joseon hanya seharga 50.000 won ?”, tanya perdana menteri yang langsung dibalas senyum licik Wan Ik.
“Tidak lebih dari itu. Seperti sekarang dukungan logistik ke kamp militer besar di Joseon sudah berhenti selama berbulan – bulan. Dengan satu armada Unyo....”
“Kita bisa menghancurkan semua Joseon dengan satu hentakan. Yang lebih penting Jepang tidak akan mengalami kerugian ”, jelas Wan Ik. Perdana menteri tidak menjawab namun ia tampak tertarik.
Setelah urusannya selesai, Wan Ik yang berjalan dengan bantuan tongkat diikuti oleh Go Sang Wan, seorang pemuda pejuang Joseon yang tengah memegangi senjata tanpa sepengetahuannya.
Suara tembakan pecah. Pintu sebuah kediaman terbuka, Hui Jin yang sedang menggendong bayi menanyakan keberadaan Sang Wan pada kedua rekannya. Song Young menyuruhnya segera berkemas.
“Apa pemberontakannya gagal ?”
“Hanya ada satu tembakan. Hanya satu tanpa mengembalian atau pembunuhan yang dikonfirmasi...”
“Itu berarti salah satu dari kita sendiri menghianati kita. Siapapun itu kita harus cepat melarikan diri”, jelas Song Young cemas
Tanpa berlama – lama Hui Jin langsung menyerahkan bayinya ke gendongan Song Young, ia lanjut memecahkan foto dirinya bersama Sang Wan dan menyelipkannya ke selimut anaknya, “Aku baru melahirkan kemarin. Jika aku pergi, kita semua akan mati. Cepat pergilah”
Song Young merasa keberatan, tapi waktu tidak memihak mereka,suara langkah tentara Jepang mulai terdengar, “Aku akan mencoba memberikanmu waktu sebanyak yang kubisa tapi ini tidak akan lama..”
“Kau harus bertahan dan melindungi Sang wan serta anakku”
“Hui Jin ~ aa..”
“Selamat tinggal teman - teman”, ucap pisah Hui Jin sambil menggenggam tangan anaknya untuk terakhir kali.
Hui Jin menutup pintu rahasia di balik ranjang dan mulai memompa senjata.
Hui Jin berhasil membunuh dua tentara Jepang. Ia kemudian terkapar setelah menerima puluhan tembakan dari tentara yang masih tersisa. Tentara mulai membuka ruangan, Hui Jin masih sanggup menggerakkan tangan dan membunuhi musuh dihadapannya, namun pistolnya terlempar setelah satu peluru menembus organ pernafasannnya.
Wan Ik melemparkan batangan emas di depan Hui Jin, ia meminta rekan yang telah menghianati kelompok Hui Jin memungutnya.
Flashback
Wan Ik ternyata sudah mengetahui dirinya tengah diikuti. Ia sengaja mengarahkan Sang Wan ke arah pasukannya. Rekan penghianat kelompok pemuda Joseon memintanya menyerah sambil menodongkan senjata.
“Aku tidak bisa. Aku bagian dari tentara budiman. Berapa banyak mereka membayarmu ? Berapa yang dibutuhkan bagimu untuk hidup sebagai ayah yang memalukan....”
“Dan anak yang memalukan tanpa kehormatan, tanpa sebuah negara selama hidupmu....”, jelas Sang Wan yang tak bisa diteruskan setelah Wan Ik menembak kepalanya.
“Demi Joseon, Lee Wan Ik, aku memintamuu...”, Sang Wan tewas sementara Wan Ik berjalan mendekat untuk mengejek kematiannya yang mengenaskan.
Flashback End
Rekan penghianat mengambil batangan emas membuat Hui Jin menatapnya tajam.
“Kau pikir membunuhku akan mengubah nasib Joseon ? Dibelakangmu, disebelahmu dan di depanmu begitu banyak pria hidup dari takdir Joseon”, olok Wan Ik
“Menurutmu menghilangkan organisasi bisa mengubah nasibmu ?”, jawan Hui Jin
“Dasar, kau akan segera mati. Jawab saja pertanyaanku. Dimana yang lainnya ?”
“Mereka berangkat untuk membunuhmu !! Meski itu butuh waktu, mereka akan datang untukmu”, balas Hui Jin yang akhirnya gugur dihadapan para penghianat negara.
Ah Beom dan bu Haman menangisi kedua abu tuannya yang baru tiba dibawa Song Young bersama kawannya. Pandangan kakek Go kosong.
“Anak ini lahir di antara Sang Wan dan wanita yang dicintainya. Anak ini seorang gadis”, beritahu Song Young.
Bu Haman langsung menimang bayi yang ia panggil tuan putri itu.
Narasi Ae Shin, “Begitulah caraku bertemu dengan kakekku untuk pertama kalinya. Dalam kotak kecil hampir setengah kaki panjangnya terdapat abu lembut ayah dan ibuku..”
“Dan musim gugur itu......”
Puluhan warga Joseon tanpa memandang perbedaan, laki – laki maupun perempuan di tumpas habis menggunakan samurai Jepang.
“Joseon kehilangan banyak penduduk setelah pendaratan pasukan angkatan laut Jepang. Jumlah pasukan mereka hanya 14.”
1894, tahun ke-31 Pemerintahan Gojong
Tentara Jepang sibuk menempelkan informasi mengenai reformasi Gabo. Ik Sik yang buta huruf menanyakan isi poster di hadapannya pada Choon Shik.
Choon Shik langsung terduduk lemas, “Ik Sik kita kacau”
“Apa maksudmu ?”
“Ada reformasi dan perbudakan di hapus. Apa yang harus kita lakukan sekarang ?”, jelas Choon Shik
Meski syoknya terlambat, Il Sik tak kalah kebingungan setelah mendengar penuturan temannya karena sudah sekian lama ia merasa nyaman menjalani pekerjaannya sebagai pemburu budak.
Dua pelajar di belakang mereka ikut – ikutan duduk di tanah, Il Sik heran melihatnya.
“Para aristokrat yang belajar untuk ujian juga kacau. Mereka menghapus pemeriksaan perbudakan dan layanan sipil”, papar Choon Shik.
Il Sik menyuruh Choon Shik segera berdiri, “Ayo pergi, peluang akan muncul di saat krisis seperti ini”, ajaknya penuh optimis.
“Apa yang dibutuhkan budak di dunia baru dan aristokrat yang tidak bisa masuk ke layanan pemerintah..”, lanjutnya dengan senyuman.
“Apa itu ?”, tanya Choon Shik
Sesaat kemudian Choon Shik berulang kali menepukkan tangan di depan toko ‘Apapun yang kau mau’.
“Kami menyimpan barang – barang seperti barang gadai, mencari orang – orang seperti agen detektif, dan menyediakan sesuatu seperti toko pada umumnya. Apapun yang kau minta, kami akan melakukannya. Itu sebabnya namanya ‘Apapun yang kau mau’”, jelas Il Sik seperti seorang guru.
“Ik Sik kau punya insting yang bagus”, puji rekannya sambil memberikan jempol”
“Orang – orang berfikir aku bodoh, tapi mereka justru tidak tahu apapun tentangku”
“Tapi itu benar. Namamu berarti bodoh”, ejek Choon Shik
Il Sik berteriak menyangkal, “Namaku berarti jangan pernah melewatkan makan, ibuku menyuruhku agar jangan pernah kelaparan”. Il Sik mulai menangis, tapi Choon Shik malah kegirangan karena melihat pelanggan pertamanya dari kejauhan.
Namun setelah diamati lebih dekat Choon Shik malah terkejut, “Bukankah dia budak keluarga Yoo. Kita memburu dia untuk mereka”
“Dia budak keluarga Yoo? Jadi kita mengenalnya ?”, tanya Il Sik yang mulai kehilangan kecerdasaannya dan lanjut riang menyapa pria itu :D.
Choon Shik nampak ketakutan, ia menghentikan aksi sapaan rekannya, “Kamu jangan menyapanya. Kita pernah memukulnya dengan kaki dan pedang”
“Aku harus menemukan seseorang. Aku punya uang”, teriak pria itu dengan raut garang.
“Tidak perlu memberitahuku. Kau mencari pria yang melarikan diri bersama istrimu”, jawab Il Sik sok tau karena berusaha menyembunyikan kegugupannya.
“Aku masih lajang. Pria yang ingin kucari adalah kepala keluarga Yoo, Yoo Jong Myeong. Orang yang memburuku !!”, jelas pria itu. :D
Ik Sik : “Dunia memang terbalik”
Choon Shik : “Kukira tahun Gabo adalah tahun perubahan”, jawabnya frustasi menyadari kegilaan pelanggan pertamanya.
Seorang lelaki miskin duduk berlutut di depan Pan Suh. Ia protes karena Pan Suh tega menjual paksa tanah pertaniannya, “Saya masih punya hutang. Jika anda menjual tanah itu saya akan mati kelaparan tuanku”
Pan Suh tidak mau tahu, “Itu tanahku maka aku berhak menjualnya. Aku harus menjual agar bisa membelikan cucuku arloji dan membiayainya sekolah diluar negeri..”
“Kau harus menyalahkan leluhurmu karena tidak memberimu sebidang tanah..”
“Jika kau tak punya tanah, kau bisa melunasinya dengan tubuhmu...”
“Jika kau tidak bisa membayar dengan bertani kau harus berfikir tentang bekerja sebagai budak..”
“Kau hanya bisa memohon dan menangis mangkanya nasibmu selalu menyedihkan. Apa yang kalian lakukan ? cepat jauhkan dia dari pandanganku !”, perintah Pan Suh pada pengawalnya.
Cucu Pan Suh, Go Hee Sung terlihat iba, tapi dia hanya diam memunggungi mereka.
Pan Suh kemudian duduk di depan Hee Sung dan mengatakan jika dunia telah berubah sehingga mmebuat orang – orang rendahan berani mengutarakan pikiran seenaknya. Hee Sung tertunduk tanpa menjawab.
Pan Suh lanjut memujinya tampan dengan rambut pendek, “Kau suka hadiah dari kakek ?”
“Aku tidak berharap kakek akan memberiku sesuatu yang sangat berharga”
Pan Suh beralasan jika hal itu tak sengaja ia lakukan karena sangat bangga melihat cucunya belajar di negara lain, “Perluas pengetahuanmu selama disana dan setelah sekitar satu tahun kembalilah untuk menikah..”
“Saat kau kembali aku akan mengatur posisi untukmu”
“Aku tidak tertarik dengan urusan pemerintahan”, jawab Hee Sung sopan.
“Apa ada yang memintamu untuk mengelola urusan nasional ? Posisi itu akan menjagamu. Karena ayahmu tidak bisa diandalkan..”
“Aku hanya bisa mengandalkanmu di dunia penuh gejolak ini. Apa yang sudah ku capai, kau harus melindunginya..”
“Untuk melakukan itu kau harus puas dengan apa yang kau miliki dan jangan membatasi berapa banyak yang dimiliki seseorang”,jelas Pan Suh yang kemudian membuka arloji hadiahnya sambil melanjutkan penuturan, “Seperti waktu yang tak terbatas”.
Hee Sung lagi – lagi hanya diam menatap jarum jam.
Sementara di rumah kakek Go, terlihat gadis muda yang asik membaca berita nasional di depan nenek yang tengah menjajakan beragam aksesoris mahal, “Menurut anda bagaimana tuan putri ?”
“Semuanya cantik”
“Anda pembohong yang buruk”, ucap si nenek karena dari tadi Ae Shin tidak melirik sedetik pun barang jajakannya karena fokus dengan korannya.
Ae Shin mengambil uang pembayaran, nenek mengomentari sikap tuan putri yang sangat aneh karena lebih tertarik membaca surat kabar harian daripada perhiasan.
Ae Shin tersenyum, ia menyuruh nenek kembali lagi dalam waktu dua minggu dengan aksesoris baru.
Narasi Ae Shin, “Kemarin tampak seperti masa lalu yang jauh, hari ini terasa asing. Dan besok sangat menakutkan. Saat itu adalah masalah..”
“Kita semua, masing – masing dengan cara mereka sendiri.. Hidup melalui Joseon yang berubah dengan cepat”
Tampak tiga orang pemuda tersorot kamera sedang sibuk dengan urusannya masing – masing.
Hee Sung berjalan tersenyum memegang buket bunga.
Seorang pria Joseon berpenampilan Jepang melumpuhkan satu persatu lawannya dengan samurai.
Dan seorang pria misterius mengenakan masker yang sedang menodongkan moncong laras panjang.
Bersambung..