Mr. Sunshine Episode 2 Part 4 ~ by2206am
“Aku memang sudah berhenti mempercayai anda. Anda tidak punya tempat tinggal. Bagaimana aku bisa percaya dengan anda ?”
Suasana mendadak sunyi. Seung Goo hanya menatap pasrah tak bisa berkata – kata karena ucapan muridnya 100% fakta.
Seung Goo lalu menyuruhnya pergi. Ia menguap sembari mendengklengkan kepala, “Aigoo... Aku merasa lelah..”
“..Aku tidak punya banyak mangkuk yang tersisa. Berhenti menembak dan pergi !”
Ae Shin menuruti tanpa banyak mengeluh meski awalnya memasang wajah masam.
Puluhan penduduk memadati taman depan gedung legasi Amerika, mereka bersiap menjalani proses introgasi.
Orang Pertama
“Seseorang yang mencurigakan ? Tidak, aku tidak melihatnya..”
“..Mereka yang merencanakan sesuatu tidak akan membuat dirinya terlihat oleh mata telanjang. Aku tidak melihat siapapun. Tapi pria itu.....”
“..Ah tidak, aku tidak melihat siapapun yang mencurigakan”
Orang Kedua
Cukup lama pria itu menggaruk – garuk leher sambil tolah – toleh kesana kemari hingga akhirnya berkata, “Lampu – lampu itu sangat terang..”
“..Aku begitu terpesona olehnya sehingga aku tidak memperhatikan hal lain”
Orang Ketiga (Chieko)
“Tuan Taylor yang berada di sampingku jatuh pingsan. Setelah mendengar suara tembakan..”
“..Aku menutup mataku, menutup telingaku dan bersembunyi”, jelas Chieko dengan suara bergetar takut.
Orang Keempat (Bibi penyapa Ae Shin saat berhadapan dengan Eugene)
“Saat aku mendengar orang barat meninggal, aku melangkah keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi..”
“..Dan aku berlari mengejar putri Ae Shin dalam perjalanan kesana..”. Eugene mulai menutupi sebagian wajahnya. :D
Kwan Soo terkesiap, “Putri ada di sana juga ?”
“Iya, aku sangat terkejut melihatnya. Katanya dia akan mengambil ramuan herbalnya. Aigoo aku sangat pelupa”, ucap bibi itu sambil memukuli ringan kepalanya.
Yoo Jin semakin waswas, ia mulai beranjak dari kursinya, “Karena semuanya bilang bahwa mereka tidak melihat apa – apa.....”
“Dia juga ada di sana”, ujar polos bibi yang seketika membekukan tubuh Eugene.
“Anda juga ada di sana ? Oh berarti anda pasti sudah melihat putri Ae Shin juga”
Eugene menggaruk wajahnya yang tak gatal, bibi itu langsung menyahut marah, “Apa ? Lalu kenapa ? Lagipula mereka tidak bisa memanggilnya”
Ajeossi di luar yang tengah mengantri giliran ikut protes, “Hei kau, aku tahu kau punya posisi yang tinggi, tapi kau tak bisa melakukan itu..”
“..Beraninya bicara tentang memanggil putri Ae Shin ke sini !!”
“Yah itu benar. Tapi kita harus mempertanyakan setiap saksi secara adil menurut hukum..”
“..Dia akan mengerti karena dia bijaksana dan penuh perhatian”, balas Kwan Soo penuh percaya diri dan langsung berdiri, “Jangan khawatir tuan. Aku pasti akan membawanya”.
Kediaman Kakek Go
“Apa yang kau katakan ? Kau mau membawa Putri kemana ? Kau tidak tahu siapa kakeknya ?”
Kwan Soo belum menyerah. Ia memohon dengan memelaskan suara, “Pemerintah kita sedikit terikat ketika orang Amerika mati di tanah kita..”
“..Aku sungguh minta maaf, tapi beberapa orang melihat dia di tempat kejadian jadi kami harus...”
Ah Beom memotong perkataannya, “Siapa yang bilang ? Siapa yang bilang mereka melihat Putri Ae Shin di sana ?..”
“..Haruskah aku menarik keluar mata mereka dan menyedot semua cairannya sehingga mereka tidak bisa melihat apa pun ?!!!”
Ae Shin datang menegur, “Pelankan suaramu !”
Mereka segera membungkuk hormat.
“Oh putri sudah berapa lama anda berdiri di situ ? Tolong lupakan apa yang aku katakan.
Ae Shin memberitahu jika ia hanya mendengar kata terakhir yang keluar dari mulut Ah Beom.
Ae Shin menatap Kwan Soo, ia setuju datang ke legasi Amerika tapi bukan hari ini atau pun besok melainkan lusa.
Kwan Soo tersenyum lega, “Akan kusampaikan pada mereka tuan putri. Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini”
Ae Shin mengerti. Sebelum masuk, ia berpesan agar Ah Beom merahasiakan masalah ini dari kakeknya. Ah Beom mengangguk.
Setelah Ae Shin pergi Ah Beom langsung memberikan tatapan laser pada petugas pemerintah di depannya.
Di halaman Ae Shin tertawa getir karena mengira Eugene yang telah melaporkan dirinya jika pada waktu itu ia berkeliaran di lokasi kejadian.
Glory Hotel
Seorang laki – laki di depan Tuan Jeong tiba – tiba memuntahkan minuman, “Rasanya pahit sekali. Apa ini racun atau apa ?!!”
Tuan Jeong menyuruh pria itu memelankan suara karena minuman pahit yang dinamakan kopi ini sangat sering dikonsumsi raja.
“Kudengar tuan Lee Wan Ik akan segera kembali..”
“Kau harus biasakan diri meminum kopi untuk bertemu dengannya”
Teman tuan Jeong ternyata sangatlah lancang, ia tiba – tiba menangkap lengan pramusaji yang sedang melintas di belakang, “Hei perlihatkan wajahmu. Berapa biaya menghabiskan malam bersamamu ?”
Pramusaji berusaha melepaskan cengkraman, ia menegaskan jika dirinya hanya seorang pelayan bukan pe****r.
“Itu sama saja !!!”
Tuan Jeong membentak namun tak mempan. Hingga akhirnya seorang wanita elegan berjalan menghampiri, “Lepaskan dia”
Eugene yang baru menuruni anak tangga hanya menyaksikan tragedi itu tanpa ikut bertindak.
“Jika aku melepaskan tangannya kau mau membiarkanku memegang milikmu ?..”
“..Hei kau sebenarnya lebih cantik”
“Aku harus bilang kau punya mata yang baik. Tapi kau tidak akan bisa memegang kedua tangan kami”. Wanita itu langsung memecahkan lepekan untuk menyayat tangan kotor teman tuan Jeong.
“Aaaaac.... Dasar kau ! Apa kau sudah gila !!!”
Tuan Jeong sontak menampar mulut hina temannya, “DIAM !! Dia nona Kudo Hina, pemilik tempat ini !”
Hina menasehati agar tuan Jeong lebih selektif dalam memilih teman, “Aku benar – benar kecewa tuan Jeong”
“Pemilik ?!! Gadis ini yang punya hotel besar ini ?!”
Tuan Jeong tak tahan, ia membekap mulut temannya dan menyeretnya pergi, “TUTUP MULUTMU !! Maaf atas namanya. Tolong maafkan kami nona Hina. Aku akan membawanya keluar dari sini..”
“..Kau harus meninggalkan hal ini jika kau mau menyebut dirimu pro – Jepang !”, bentak tuan Jeong
Pramusaji tak bisa menahan tangis, ia berjongkok memunguti pecahan sembari mengucapkan permintaan maaf karena atasannya terpaksa menghancurkan barang mahal untuk melindungi harga dirinya.
“Itu hanya piring. Kita bisa membeli yang lain..”
“..Kau lebih penting bagiku. Jika ada yang mencoba menyakiti atau memanfaatkanmu, jangan menangis ! Gigit orang itu ! Mengerti ?”
“Ya, putri”
Hina lanjut meminta maaf pada pelanggannya karena telah membuat keributan.
Hina berbalik dan mendapati Eugene tengah berdiri, “Sedikit gaduh bukan ? Saya minta maaf”
“Ya memang, tapi itu menyenangkan”
“Kupikir kita belum bertemu. Anda menginap di kamar mana ?”
“Kamar 304”
“Kamar 304 ? Kudengar orang Amerika menginap di kamar itu”
“Kudengar hotel ini milik orang Jepang”
Hina bisa menangkap maksud ucapan Eugene yang menyiratkan arti jika orang berkebangsaan Amerika tak harus memiliki wajah yang mencirikan negaranya, “Aaaa.. Eheehe.. Akan saya bawakan minuman gratis ke kamar anda untuk meminta maaf atas semua masalah ini..”
“.. Mohon terimalah permintaan ini.”
Mereka saling berkenalan. Hina mengulurkan jabatan. Tapi Eugene malah memberinya sapu tangan, “Tutupi lukamu. Kau berdarah..”
“..Kau bisa berjabat tangan di kamarku sambil membawakanku minuman yang kau janjikan. Aku akan meninggalkan kuncinya bersamamu”, jelas Eugene sembari menaruh kunci di meja resepsionis.
Saat keluar Eugene berpapasan dengan geng Musin. Dong Mae menatap kepergiannya dengan sorotan tajam membuat Hina keheranan, “Apa ada masalah ?”
“Aku belum pernah melihat pria itu sebelumnya. Kau menyakiti tanganmu ?”
Hina tak menjawab, ia mengajak Dong Mae masuk kamar.
Dong Mae memperhatikan Hina yang tengah membersihkan luka, “Apa kau terluka atau melukai seseorang ? Apa yang terjadi ?”
Hina melirik sekilas, “Aku mencoba membantu salah seorang gadis”
“Berarti aku harus membantu gadis di sini”, putus Dong Mae yang langsung memegang dan mengoleskan obat krim ke luka sayatan.
Hina menanyakan kabar dokumen. Dong Mae tersenyum menyeringai karena wanita di depannya mengetahui banyak hal, “Kau tahu hal lain ? Kami melewati mayat itu dan juga rumahnya tapi tidak menemukan apa - apa”
“Jika aku tahu sesuatu aku akan mencarinya sendiri”, sahut Hina
“Apa Ny Taylor salah satu wanita yang mengunjungi tempat ini melalui pintu belakang ? Jika dia menemui seseorang aku harus memeriksanya”
Hina bersumpah tidak akan membocorkan informasi apa pun terkait tamunya. Dong Mae mendengus kesal. Sebelum pergi ia mengingatkan Hina untuk selalu mengoleskan salep tepat waktu karena luka tak cocok dengan tangan indahnya.
Hina menatap aneh ambigu sapu tangan pemberian Eugene. Tampaknya ia mulai terpikat.
Legasi Amerika
Saat akan menenggak minuman, Eugene menggumamkan sesuatu yang sangat sangat sangat tidak penting, “Apa style cangkir teh seperti ini sekarang banyak diminati ?”.
Kwan Soo yang samar – samar mendengar bisikan suara langsung menghampiri tuannya penuh semangat, “Ye ??”
“Tidak ada”, jawab singkat Eugene yang langsung menyeduh teh hangatnya tanpa mempedulikan perhatian sang penerjemah. (Pour Kwan Soooo)
Melalui jendela kaca, Eugene melihat Ae Shin baru keluar dari tandu pengangkut. Kwan Soo melebarkan senyuman, ia bergegas menyambut dan memberikan arahan pada tuan putri.
Bu Haman kaget, “Ommo. Bukankah dia pria yang menanyakan arah hari itu ?”
”Apa dia pria yang ikut dipanggil juga ?”, tanya Ae Shin.
Kwan Soo mengkoreksi jika Eugene ada disini untuk menjalankan tugas.
Ae Shin berkedip – kedip tak paham.
“Dia bekerja disini. Pria itu adalah konsultan. Dia ada disini untuk menyelidiki kasus ini”. Seketika Ae Shin melongo tak percaya.
Pikiran Ae Shin di penuhi pertanyaan. Bu Haman berbisik, ia mengira Eugene seorang penterjemah, “Bahkan putra petani penyewa, Lee Wan Ik mempelajari bahasa Barat dan terus berusaha menjadi Menteri di Jepang”
Ae Shin tiba di tempat introgasi. Kwan Soo mempersilahkannya duduk tapi Ae Shin malah terus berjalan dan memilih menyandarkan tubuh di kursi Eugene. Kwan Soo berusaha mengingatkan tapi tak memiliki nyali.
Ae Shin menyuruh Kwan Soo menanyakan alasan Eugene ingin menemuinya.
Kwan Soo menurut, “Putri Ae Shin...”
Eugene menyela, “Beberapa waktu lalu ketika lampu jalan menyala apa kau melihat sesuatu ayau siapa pun yang mencurigakan di jalanan Jongno ?”
“Aku bahkan tidak ingat apa yang terjadi kemarin. Bagaimana denganmu ? Apa yang terlintas dalam pikiranmu ?”, sahut Ah Boem tiba – tiba.
“Kau melihat sesuatu ?”, tanya antusias Kwan Soo
“Aku melihatnya. Aku melihat hal – hal yang aku beli..
“..Aku melihat – lihat kapas dan membeli kain untuk persiapan musim dingin. Kenapa bertanya ?”, jelas bu Haman yang membuat Kwan Soo menatap pasrah sang tuan.
Eugene menyuruh Ae Shin bersuara.
“Hari – hari ini, Joseon dipenuhi dengan keanehan. Ada satu di depanku. Aku ingin tahu lebih banyak rincian tentang apa yang seharusnya ku lihat..”
“..Tanyakan padanya !”
“Tuan, Putri Ae Shin...”
Bu Haman menyela menyuruh Kwan Soo tutup mulut. Ia lanjut menjelaskan pada Eugene jika Ae Shin tidak akan pernah melihat sesuatu yang mencurigakan, “Dia hanya melihat sesuatu ke depan ketika dia berjalan..”
“..Dan matanya berkilau seperti kaca. Tidak ada yang bisa melukis mata seperti miliknya..”
“..Dia seperti karya seni. Tuan putri itu anak yang tidak bersalah. Dia seperti bayi”
“Itu tidak menjawab pertanyaanku”, ucap Eugene.
Ae Shin minta maaf karena ia tidak mengetahui apa – apa.
Eugene memerintah Kwan Soo untuk memberikan jamuan teh kepada dua pelayan Ae Shin dalam bahasa Inggris.
“Kalian berdua berilah mereka privasi”
Bu Haman menolak tegas. Ae Shin melarangnya khawatir.
“Bagaimana aku tidak khawatir, anda tidak bisa bicara atau membaca bahasa itu tuan putri..”
“..Anda tidak tahu satu kata pun, anda buta huruf”. Bu Haman sadar sudah keceplosan sehingga Ae Shin seketika melototkan mata.
Bu Haman takut, tanpa pikir panjang ia mengajak Ah Beom melangkah keluar.
Eugene mencecar Ae Shin beberapa pertanyaan, “Ada upacara menerangan lampu pada hari itu. Suara keras dari generator meredam suara tembakan..”
“..Dan kerumunan besar di sana menyediakan tempat persembunyian yang sempurna..”
“..Itu sebabnya kau memilih hari itu. Apa aku benar ?”
Ae Shin menanyakan alasannya bertanya. Eugene menjawab jika ia hanya ingin meminta bantuan. Ae Shin tak bersedia.
Sejenak hening, Eugene sekali lagi mengingatkan, “Ada dua orang penembak. Kau yakin tidak melihat seorang penembak jitu ?”. Ae Shin kekeh menyangkal.
Eugene mendekatinya, Ae Shin tetap memberinya tatapan mematikan.
Eugene menutup setengah wajah Ae Shin, “Kurasa aku melihatnya”. Ae Shin ikut melakukan hal yang sama, “Kalau kau sebut itu mencurigakan..”
“..Kurasa aku juga melihat salah satu dari mereka”
Bersambung...