Praise of Death Episode 1 Part 1 ~ by2206am

Praise of Death Episode 1 Part 1 ~ by2206am




4 Agustus 1926. Pukul 04:00 a.m
Kapal Feri Deoksuhwan

Seorang petugas menyusuri lorong kapal memeriksa keamanan di setiap sudut ruang kamar menggunakan senter sebagai alat penerang. Ia berhenti tepat di depan kabin nomor 3. Lelaki itu mengetuk pintu berulang namun tak ada jawaban.


Ruangan dihadapannya tampak mencurigakan karena pintu kabin dibiarkan tak terkunci. Perlahan ia masuk, tapi hanya mendapati piringan hitam yang tengah mengalunkan melodi.

Terdapat pula bingkai yang memuat foto seperti himpunan para pelajar, seorang wanita, lembaran uang, jam tangan, dan pulpen yang tergeletak di atas meja seakan tak memiliki tuan.

Petugas juga menemukan secarik kertas bertuliskan bahasa Jepang, “Maafkan aku,, tapi tolong kirim koperku kembali ke rumah”. Tiba – tiba terdengar suara sesuatu tercebur ke dalam air membuat petugas bergegas menuju geladak kapal.


Perasaannya semakin gelisah karena disana ia hanya mendapati dua pasang sepatu yang berjajar rapi. Petugas berusaha melonggok kelautan namun tak mendapati apapun. Ia segera berlari sambil meniup peluit tanda darurat.



Tokyo 1921

Terdengar suara seorang pria menggunakan bahasa Joseon dari dalam bangunan yang tampak mewah, “Apakah dunia menyiksamu atau tidak..”

“Nilailah dirimu sendiri dan mencintai seseorang. Semua manusia itu sama..”

“Kita semua disiksa oleh takdir yang sama. Kita semua memiliki ketidakberuntungan”. Ternyata pemuda yang membelakangi para rekannya itu tengah membacakan naskah drama berjudul ‘Kematian Kim Young Il’ karangan Joo Myung Hee.


Myung Hee lantas bertanya, “Jadi bagaimana ? Apa kita bisa menggunakannya selama tur kita di Joseon ?”

“Aku sudah berencana menggunakan ini untuk penampilan pertama kita”, jawab Kim Woo Jin yang tadi melantangkan isi naskah.

Semua rekan tampak gembira, sampai – sampai Hong Hae Sung yang sedang memberi tepukan tangan langsung disambar pelukan Myung Hee.


Hong Nan Pa protes melihat aksi mereka, “Astaga, kalau orang – orang dengar mereka akan berfikir jika negara kita telah merdeka..”

“Sesenang itukah kau karena karyamu akan digunakan ?”

“Ini lebih berarti lagi karena Woo Jin mengakui karya itu”, sahut Hae Sung bahagia.


Woo Jin memimpin rapat, ia meletakkan karya Myung Hee bersama dua buku naskah lainnya dan berucap, “Dengan ini, tiga karya baru yang akan kita gunakan untuk tur telah diputuskan”

“Aku percaya pertunjukan ini bukan cuma membantu menggalang dana untuk asosiasi kita, tapi juga akan sangat membantu dalam pelestarian seni Joseon..”

“Selanjutnya, penyajian drama dan musik baru akan memotivasi rakyat Joseon untuk merasa bangga akan seni negara mereka”, jelas Woo Jin penuh wibawa.


“Seni itu hebat dan juga ada rasa bangga tapi kenapa harus aku ?!”, gerutu kesal Hae Sung yang berjalan meliuk – liuk menghampiri perkumpulan karena tengah mengenakan gaun dan hak tinggi sehingga membuatnya hampir terjatuh.

Semua teman menertawakannya. Myung Hee berkata jika tak ada yang lebih baik melakukan peran itu kecuali Hae Sung.


“Aku ? Disana duduk wanita sungguhan, jadi kenapa malah aku ?”, sentak Hee Sung sambil menunjuk ke arah Han Ki Joo.

Myung Hee kembali mengingatkan jika kemampuan akting Ki Joo di pertunjukan sebelumnya sangatlah buruk. Ki Joo tertawa getir berusaha membuat alasan, “Aku kan harus memainkan piano”


“Jika kau memang tidak bahagia, ada orang lain yang bisa menggantikanmu”, ujar Nan Pa yang sepertinya terpikirkan seseorang.

Hae Seung antusias bertanya, “Siapa ? Siapa ? Katakan. Siapa ?!!”


“Ah. Itu....”


Di lain tempat lain terlihat seorang wanita sedang bernyanyi sopran di hadapan pengajarnya dengan iringan piano.


Pengajar tiba – tiba menyuruhnya berhenti untuk memberikan masukan menggunakan bahasa Jepang, “Sebentar. Dalami maknanya dan lirik lagu terakhir ini harus ditafsirkan”

Yun Shim Deok membacakan lirik yang dimaksud, “Aku akan menunggu dia dengan kepercayaan yang teguh”


“Benar. Bagian ini menceritakan tentang seorang wanita yang merindukan sang kekasih dan menunggunya. Dia bahkan tidak tahu kapan dia akan kembali..”

“Jadi harusnya kau tak bernyanyi dengan ekspresi riang”, pertegas pengajar.


Shim Deok menjawab mengerti.

Sang pengajar tampak berfikir, ia lalu bertanya apa murid didiknya itu pernah merindukan seseorang yang dicintainya.


“Belum”

Pengajar menertawakan hal itu dan lanjut memberi pengarahan, “Lagu yang tidak membawa ketulusan oleh seorang penyanyi itu palsu semata...”

“Suatu hari nanti ku harap kau mampu melakukannya untuk memahami arti dari liriknya..”

“Baiklah karena kau belum tahu bagaimana rasanya. Coba bayangkan dari sudur pandang perasaan penyanyi. Coba lagi”, perintah sang pengajar yang sangat rendah hati itu.




Selesai pembelajaran, Sim Deok yang berjalan keluar dikagetkan dengan suara Nan Pa yang memangil – manggil namanya. Mereka berdua lalu saling melemparkan senyuman.


Nan Pa mengajak Sim Deok bergabung dalam asosiasinya, “Itu adalah asosiasi yang dibuat oleh murid dari Joseon. Mereka meminta kami tampil di Joseon selama liburan musim panas mendatang”

“Apa tujuan dari pertunjukan itu?”


Nan Pa menjelaskan jika tujuan asosiasinya untuk menggalang dana guna pembangunan aula serta untuk mempromosikan drama baru yang menghibur masyarakat.

Sim Deok tampak ragu, “Bukankah itu sedikit berbahaya ? Aku belum yakin apa aku bisa”


Nan Pa menyodorkan alamat latihannya, “Untuk sekarang, datanglah saja. Kau bisa memutuskan setelah melihatnya”.

Sim Deok menerima secarik kertas itu dan berkata kalau dirinya tidak akan bergabung jika asosiasi tersebut tak menarik minatnya. Nan Pa mengiyakan sambil menyimpulkan senyum.


(8-4 Totsuka, Shinjuku, Tokyo)

Sim Deok tiba di halaman gedung, ia mulai menaiki anak tangga. Saat akan meraih gagang pintu tiba – tiba dia mendengar suara Woo Jin dari dalam ruangan yang akan ia masuki, hingga membuatnya terpaku.


“Perhatikan. Perhatikan bagaimana cinta meluluhkanmu..”

“Saat kau meremehkan cinta sebagai hal mustahil alih – alih sebagai hal yang lembut..”

“Kau telah melakukan kesalahan..”

“Cinta adalah sesuatu yang kau gunakan demi kesenanganmu..”

“Mencintai berarti akan merasa luluh dengan tidak tanggung - tanggung”

Sahutan Sim Deok membuat Woo Jin berhenti membaca, “Takeo Arishima”

Woo Jin menengok ke belakang, Sim Deok lanjut berkata, “Aku tidak setuju pendapatnya. Mana bisa meluluhkan hati yang tak perlu dipahami sebagai cinta..”

“Tak bisa ditolong saat kau jatuh cinta. Cinta sejati berarti memberi dengan tidak peduli apapun yang terjadi”, oceh Sim Deok panjang lebar membuat Woo Jin menghela nafas kesal.

“Kenapa kau membaca buku Jepang dalam bahasa Korea ?”


Woo Jin melangkah menghampirinya dan berujar dengan ketus, “Aku akan jawab sampai kau jelaskan kenapa masuk tak bilang  - bilang ?”


Sim Deok beralasan jika pintunya terbuka.

“Pintu itu tak pernah kubiarkan terbuka. Lagipula aku tak pernah mengizinkanmu masuk”, omel Woo Jin membuat Sim Deok meminta maaf karena telah mengganggu waktu membacanya yang berharga.


Shim Deok berencana pergi, namun kedatangan Nan Pa membuatnya mengurungkan niat.

“Oh.. Kalian sudah saling berkenalan ?”. Melihat ekpresi teman - temannya, ia langsung menyimpulkan jika mereka belum saling mengenal. Nan Pa lanjut berkata jika nama wanita disampingnya adalah Yun Sim Deok, “Dia berumur 25 tahun..”

“Dia jurusan Musik Vokal di Sekolah Musik Ueno”.


Tak lupa Nan Pa juga memberikan beberapa informasi mengenai Woo Jin yang ternyata berusia sama dengan Sim Deok dan mengambil jurusan Sastra Inggris di Universitas Waseda.

“Kalau dipikir – pikir, kalian ternyata seumuran”, ucap Nan Pa


Woo Jin maju mengulurkan salam perkenalan sementara Sim Deok memberikan tatapan mematikan, ia menolak jabatan laki – laki di hadapannya.

“Senang bertemu denganmu”

“Aku tidak !!”


Woo Jin tak bisa berbuat apa – apa selain menurunkan ulurannya, ia mulai berusaha mengakrabkan diri, “Kudengar kau berbakat dalam berakting. Aku juga dengar kau berakting dalam drama baru..”

“Itu sebabnya aku mau kau tampil bersama kami”


Sim Deok bersikap jual mahal karena merasa harga dirinya terluka, “Tidak, terima kasih. Aku tidak punya waktu untuk hal seperti itu. Sampai jumpa !”


Sim Deok berbalik melangkah pergi membuat Woo Jin mengeluarkan kalimat sindiran, “Jika kau orang Joseon, bukankah seharusnya kau melakukan apa saja dan segalanya demi negaramu ?”


“Itu sebabnya aku tak mau. Nyaris saja aku tidak bisa datang kesini demi belajar dengan uang pemerintah..”

“Bagaimana jika aku gagal menjadi sopran karena acaramu ? Kau mau tanggung jawab ?”, sahut Sim Deok dengan suara tinggi sementara Nan Pa hanya menyaksikan pertengkaran panas mereka.


“Kau akan mengabaikan negaramu supaya bisa hidup baik – baik ?”

Sim Deok menjawab jika keadaan Joseon sedang kacau jadi setidaknya dia harus menjalani kehidupan yang layak.


Woo Jin mengangguk dan lanjut mengejeknya, “Terserah saja. setelah mendengar tentang jurusanmu aku malah tak bisa bayangkan kau pandai berakting..”


“Pokoknya jalani hidup sendiri - sendiri”, olok Woo Jin yang langsung melancong pergi namun Sim Deok tiba – tiba berteriak, “Baiklah !! Tapi, aku punya dua syarat..”


Sesaat kemudian Woo Jin sudah bergabung bersama asosiasinya untuk membahas masalah barusan.

“Dia akan tampil bersama kita, tapi hanya akan bernyanyi ?..”

“Dan jika dia mendapat bahaya di tengah – tengah dia akan berhenti ?”, tanya Myung Hee


Ki Joo ikut mengutarakan pertanyaan, “Apa kita perlu bekerja dengannya jadi berarti kita harus menerima syarat – syarat itu ?”


Woo Jin berfikir jika menambahkan nyanyian kedalam drama maka akan memperkaya acaranya. Sementara Hae Sung dengan wajah memelas menggeleng – geleng di pojok ruangan karena berarti ia tetap mendapat peran sebagai wanita.


Woo Jin memutuskan jika Sim Deok akan ikut bergabung mulai sesi latihan berikutnya. Myung Hee sedikit ragu sehingga ia bertanya tentang kepribadian Sim Deok.

Woo Jin tak bisa menjawab karena baru sekilas bertemu sementara Nan Pa yang sudah mengenal lama menyahut jika Sim Deok merupakan orang yang baik meski sedikit blak – blakan.


Rapat usai, saat akan beranjak sejenak Woo Jin menatap buku kumpulan puisi ‘Takeo Arishima‘ sambil bergumam penasaran, “Memangnya orang semacam apa dia ?”