Praise of Death Episode 2 Part 2 ~ by2206am
Semua orang tampak tegang ketakutan sementara ketua polisi mulai memeriksa dan membuka lebaran – lembaran naskah ‘Kematian Kim Young Il’ yang untungnya telah disamarkan menggunakan aksara Jepang.
Woo Jin mencengkram erat pensilnya, pandangannya tak bisa lepas dari pria itu yang mulai berjalan sambil menendangi tumpukan buku, kursi serta memecahkan guci – guci yang semula tertata rapi.
Woo Jin kehilangan kesabaran namun Tomoda memegangi lengannya mencegah Woo Jin beranjak.
“Kami tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan”, beritahu salah seorang bawahan.
Sebelum keluar Ketua polisi melemparkan sorot mengerikan ke arah Woo Jin, “Camkan kata – kataku. Jika kau menimbulkan masalah, kau orang Joseon yang akan dihukum secara brutal sesuai dengan Perintah Publik dan Hukum Pidana”.
Mereka memang bisa sedikit lega setelah polisi Jepang pergi namun keterkejutan masih nampak jelas di semua wajah pemuda pejuang.
Semua anggota tampak patah semangat karena akan kejadian tadi menyisakan trauma. Myung Hee menyuarakan pertanyaan dalam rapat yang tengah berlangsung, “Setelah kekacauan barusan, kita harus saling bertukar pendapat. Haruskah kita teruskan latihan untuk pertunjukan atau kita hentikan saja sampai disini ?”
“Kalau menurutku kita harus berhenti sampai disini. Aku agak takut”, timpal Ki Joo.
Woo Jin yakin jika polisi tidak akan menerobos masuk lagi.
“Mementaskan drama baru dalam bahasa asli kita di Joseon tentu sangat berarti...”
“Tapi jika seseorang berada dalam bahaya lagi karena itu aku menentang rencana itu”, sahut Hae Sung.
Woo Jin kekeh mengatakan jika hal itu tidak akan terjadi, “Naskah telah disensor dan polisi tahu kita tidak terlibat secara mendalam dengan asosiasi”
Nan Pa setuju akan pemikiran Hae Sung, “Kita mulai merencanakan pertunjukan sesuai saran asosiasi, jadi kita tak bisa menyangkal kaitan kita dengan mereka sama sekali”.
Woo Jin terlihat memikirkan kembali masukan rekan – rekannya, namun Sim Deok yang sedari tadi diam mendengarkan sontak angkat bicara untuk mengembalikan motivasi mereka, “Kenapa kalian semua jadi pengecut seperti ini ?”
“Kita semua ini bersemangat bisa melakukan pertunjukan dalam bahasa asli kita di tanah air kita..”
“Bukankah itu sebabnya semua orang berlatih dengan penuh semangat”, ucap Sim Deok yang kemudian berdiri menyuruh semuanya kembali ceria.
Ki Joo mulai menampakkan senyuman ia menanyakan letak not musiknya pada Nan Pa lalu beranjak pergi disusul rekan lainnya.
Woo Jin juga tampak lega karena Sim Deok tak membiarkan mereka semua patah arah. Ia lalu menatap Sim Deok yang tersenyum memulai latihannya.
Di perjalanan pulang Sim Deok jujur berkata, “Pada awalnya kupikir kau ini orangnya sembrono..”
“Kupikir itu tindakan pemberontakan bodoh melawan sesuatu yang tidak bisa kau menangkan. Tapi aku tidak berfikir seperti itu lagi..”
“Tak apa meski kita tak bisa mengubah apa pun. Fakta bahwa kita mencoba sesuatu dengan harapan adalah yang terpenting”
Sim Deok berhenti, ia menatap mata Woo Jin, “Terima kasih karena telah mengubah pikiranku”.
Wo Jin tersenyum menanggapi, ia balik mengucapkan terimakasih, “Karena telah mengakui ketulusanku”. Sampai akhirnya mereka saling melempar senyum.
Narasi Woo Jin, “Masa muda..”
“Masa muda tidak menunggu kita. Itu seperti aliran air..”
“Itu seperti bunga yang layu. Masa muda kita pun cepat berlalu”.
Tomoda mulai berulah, ia menampik tangan Ki Joo yang tengah mempoles lipstik di bibir Hae Sung sehingga warna merah mencoret pipi pria itu. Hae Sung sontak bangkit mengejarnya sambil melepas wig lalu melemparkan satu sepatu merahnya.
Sementara yang lain tertawa, Woo Jin dan Sim Deok malah sibuk bertatapan.
Sesaat kemudian mereka sudah tampil rapi siap mengabadikan diri di depan lensa kamera. (foto yang sama di dalam kabin nomor 3 kapal Feri Deoksuhwan, ep.1)
“Aa.. Masa muda itu seperti segenggam pasir yang kita dapat saat menunggang kuda melalui gelombang kehidupan..”
“Dengan segenap kekuatan..”
Sekali lagi Woo Jin mengumpulkan mereka, ia berterima kasih karena kerja keras rekan - rekan seperjuangannya selama dua bulan terakhir, “Besok kita akan berangkat ke Joseon. Termasuk pertunjukan terakhir kita di Gyeongseong, kita akan tampil di lebih dari sepuluh kota..”
“Lakukan saja seperti yang kalian lakukan saat latihan, dan aku yakin acara kita akan luar biasa”. Tak lupa Woo Jin juga berterima kasih pada Tomoda.
“Tidak masalah. Semoga kalian beruntung. Aku akan disini menjaga panggung”
Sim Deok menghampiri Woo Jin yang termenung memandangi luasnya lautan di atas kapal dan mulai bercerita jika ia teringat saat pertama kali menginggalkan Joseon dengan penuh semangat untuk mewujudkan impiannya sebagai sopran, “Dan hari ini aku sama semangatnya dengan diriku hari itu...”
“Akhirnya aku berkesempatan bernyanyi di tanah airku”. Woo Jin menanggapi dengan senyuman.
Di atas panggung, Nan Pa yang mahir memainkan Biola berkolaborasi dengan iringan piano Ki Joo mulai membuka acara pertunjukan pertama asosiasi mereka.
Entah sudah berapa tempat yang mereka kunjungi karena Sim Deok begitu lelapnya tertidur di atas kereta. Woo Jin berniat membenarkan posisi kepalanya, namun ia tampak terpikirkan sesuatu sehingga mengurungkan niatnya.
“Bawa orang Korea malang itu ke kantor polisi”
“Sepuluh tahun lalu, kami memiliki kebebasan..”
“Tapi hari ini di tanah ini kebebasan tidak ada lagi”
“Kamu tunggu apalagi bawa dia sekarang”
Terlihat dua orang polisi Jepang yang sedang berbisik sembari melihat pertunjukan kelompok Woo Jin. Tampak pasti jika kedua orang itu akan merencanakan sesuatu yang sangat buruk.