Praise of Death Episode 3 Part 1 ~ by2206am

Praise of Death Episode 3 Part 1 ~ by2206am


 Merekan kini berjalan beriringan. Sim Deok sudah sedikit lebih tenang.

“Kau merasa kesakitan ?”

“Aku tak apa”

“Apanya yang tidak apa – apa ? Kau dipukul !”, khawatir Sim Deok


Kedua pasangan itu berhenti, mereka saling bertatapan. Woo Jin melempar senyuman, Sim Deok langsung dibuat kepanasan sehingga berjalan mendahului, menjauhi Woo Jin.


Ternyata sedari tadi mereka melangkah menuju arah rumah Sim Deok, “Kita sudah sampai. Ini rumahku”
Woo Jin menatap sekilas bangunan itu sebelum akhirnya seorang pria paruh baya muncul.


“Kaukah itu Sim Deok ?”

Sim Deok menoleh kaget, ia gugup menjawab sapaan sang ayah, sementara Woo Jin sontak membungkuk hormat.


Woo Jin menunggu di ruang tamu. Sim Deok datang membawa nampan jamuan dibuntuti sang ibu.

Ibu merasa tak enak karena hanya bisa menghidangkan minuman hangat, “Kami menyediakan apa yang ada pada tamu”.

Kedua adik Sim Deok melonggok mengintip penuh penasaran.


“Ngomong – ngomong wajahmu kenapa ?”

Woo Jin akan menjawab tapi Sim Deok langsung menyela, “Dia tadi tergores sesuatu. Jangan dikhawatirkan”

“Kelihatannya itu tidak seperti goresan kecil”


Beruntung pertanyaan Gi Seong mengalihkan topik pembicaraan, “Tapi seonsaengnim, apa hubunganmu dengan Geun Noona ?”

Woo Jin kebingungan menjawab, “Aa..kami...”


“Gi Seong, kenapa begitu pada tamu ?”, celetuk Seong Deok

“..Maaf. adikku kelihatan sedikit kekanakan”, lanjutnya membungkuk sungkan. Ia lalu menarik telinga si adik.


“a..aa... Hei, kakak tidak penasaran ? Ibu tidak penasaran juga ??”


“Aku akan biarkan kalian bicara”, ucap ibu yang akhirnya ikut pergi.


“Adik – adikmu cerdas dan energik. Dan orang tuamu juga tampak ramah”

“Mereka pilar kekuatanku. Setelah kami kembali, aku akan tetap dengan mereka”

“Pasti sulit bagi keluargamu..”


“..Kau juga sederhana”. Suasana mendadak hening Woo Jin meminta maaf takut – takut salah bicara.

“Kau pun juga sama. Kau tak mampu, tapi handal dalam drama”, jawab Sim Deok yang masih belum mengetahui lebih jauh kehidupan Woo Jin sehingga pria itu hanya diam tak menjawab.


Tanpa banyak kata, Sim Deok mendekat, ia mengoleksan obat luka. Kedua mata lagi – lagi bertemu dalam keheningan. 


Sim Deok yang gelagapan langsung meletakkan obatnya, ia kemudian berbicara dalam kegugupan, “Ada tempat yang ingin aku datangi bersamamu..”

“..Setelah lukamu sembuh, bisa luangkan waktu bersamaku ?”


Beberapa hari berlalu, Woo Jin ternyata bersedia memenuhi permintaan Sim Deok. Seorang wanita cantik mengenakan topi berjalan penuh keanggunan. Sim Deok tak bisa melepaskan tatapan kekaguman,a ia tampak iri, “Aku tidak mengerti apa jadinya jika aku yang memakai topi itu..”

“..Seolah aku pamer kalau diriku adalah wanita modern..”

“..Dan sepertinya itu terlalu mewah dan memalukan. Itu juga tidak terlihat cantik”

“Entahlah. Aku suka topi itu”


“Benarkah ?!!!!”


“Ada sesuatu yang membuatku penasaran terkait puisi yang kubaca di  kamarmu..”

“..Di catatan kaki tertulis, ‘Soosan’. Maksudnya apa itu ?”, tanya Sim Deok yang haus akan rasa keingintahuan.

“Aa.. Itu nama pena yang kugunakan saat menulis”


“Kalau aku Soosun”, beritahu Sim Deok tanpa diminta.

“Kim Soosan. Yun Soosun. Kita berbagi banyak kesamaan”. Woo Jin tersenyum menanggapi.


Woo Jin tak sengaja melirik dan mendapati sesuatu yang menarik perhatiannya, ia lantas berhenti tepat di depan toko ‘Rekaman Gyeongseong’.


“’Ombak danube’ oleh Ion Ivanovici. Itu lagu favoritku”, ucap Sim Deok setelah mengikuti arah pandang Woo Jin.


“Itu bagus. Aa.. ngomong – ngomong di tempat mana kau akan mengajakku pergi ?”


Sesaat kemudian mereka sudah ada di dalam gedung pertunjukan.

“Setelah bernyanyi di ruang latihan selama ini..”

“..Aku merasa tegang bernyanyi di depan khalayak umum..”

“..Pada saat yang sama, aku merasa emosional bernyanyi di atas panggung..”

“..Dan kemudian, sebuah keinginan muncul di dalam diriku..”


“..’Aku mau menjadi penyanyi sopran terbaik di Joseon’ dan bernyanyi di panggung yang lebih besar..”

“..Aku juga mau orang – orang mendengarku bernyanyi..”


“Inilah impianku agar bisa bernyanyi di panggung itu..”

“..Jika aku mendapat kesempatan untuk tampil di sini suatu hari nanti..”


Sim Deok memutar tubuh menghadap Woo Jin,“Maukah kau datang dan menontonku ?..”

“..Bantu aku supaya tidak gugup..”

“..Dan tampil dengan baik di depan penonton”.

Woo Jin tersenyum simpul, ia berjanji akan melakukannya. Sim Deok lega mendengarnya.


Namun tiba – tiba yang tak diharapkan terjadi, perut lapar Sim Deok berbunyi. Hal itu membuatnya malu setengah mati.

“A..a..ayo, karena kau datang ke sini bersamaku aku traktir kau makan malam”


Woo Jin tersenyum melihat tingkahnya yang langsung lari keluar.


Di kedai, Sim Deok bertanya tentang impian Woo Jin.

“Tidak tahu. Aku tak pernah memikirkan hal itu.”

“Impian tidak harus selalu megah. Apa yang memberimu sukacita ?..”

“..Coba pikirkan apa yang membuatmu merasa bahagia”, paksa Sim Deok.


Woo Jin sejenak berfikir, “Itu akan terjadi saat aku menulis..”

“..Dan saat orang lain membaca tulisanku..”

“..Dan tetap menulis. Kutasa itu saja”

Sim Deok yakin Woo Jin akan mampu mewujudkan satu per satu keinginannya. Ia lanjut menyuruh Woo Jin bergegas karena akan mengajaknya ke satu tempat terakhir.


Batu kecil menggelinding di tanah. Ternyata itu ulah mereka berdua yang berencana akan membuat kerusuhan di kantor polisi Jongno.

“Harusnya aku melempar lebih jauh lagi”, keluh Sim Deok.


Sim Deok terus berusaha, tapi pada lemparan ketiga tiba – tiba Woo Jin memegangi tangannya dengan raut dingin, “Apa yang kau lakukan ? Apa itu lelucon bagimu ?”


Merasa di marahi, Sim Deok tertunduk lesu. Namun beberapa detik kemudian Woo Jin meraih batu besar, “Ini baru benar !!”


Woo Jin melempar, boumbb.. tepat sasaran. Kaca pecah, Sim Deok kegirangan.


“SIAPA TADI YANG MELEMPAR BATU ???? HEI KALIAN !! BERHENTI !!!!”


Dua polisi Jepang terus mengejar. Sim Deok berhenti kelelahan ditengah kerumunan. Woo Jin yang tadinya berlari mendahului bergegas berbalik memegangi tangan Sim Deok lalu menariknya pergi.


“KALIAN BERDUA BERHENTI !! KURASA MEREKA PERGI KE ARAH SANA ! AYO PERGI !”