Praise of Death Episode 3 Part 2 ~ by2206am

Praise of Death Episode 3 Part 2 ~ by2206am


Mereka akhirnya selamat dari ancaman. Sim Deok bersandar lega. Ia menyadari posisinya yang terlalu dekat. Sim Deok berusaha melepas pegangannya tapi Woo Jin malah semakin menggenggam erat.

Woo Jin mendekatkan wajahnya sementara Sim Deok mulai menutup mata.


Seolah ada beban berat yang mengusik pikiran, Woo Jin yang sadar akan sesuatu segera menarik tubuhnya menjauh, “Kita harus pergi”, ucapnya tampak sedih lalu berjalan pergi. Sim Deok membuka mata dalam kebingungan tapi ia tak terlalu memusingkan.
Pemberhentian Kereta tujuan Namdaemun

Untuk mengurangi kecanggungan Sim Deok membuka percakapan, “Oh ya..”

“..Karena kita seumuran, kita bicaranya santai saja..”

“..Aku akan terus memanggil dengan namamu”


Woo Jin kembali bersikap beku, “Nanti saja”


“Sebenarnya ada yang mau kukatakan..”

Woo Jin menoleh, Sim Deok salah tingkah, “Ah.. tidak ada..”

“..Nanti kukasih tahu kalau sudah sampai di Tokyo”


Woo Jin menatap pilu sebelum akhirnya memanggil nama wanita itu, “Sim Deok ~ ssi. Aku mengundang rombongan ke rumahku di Mokpo..”

“..Kami menghabiskan malam di sana sebelum kembali ke Tokyo..”

“..Kau harus datang”

“Ke rumahmu ?”


“Datanglah”, pertegas Woo Jin sekali lagi, Sim Deok yang tidak bisa membaca perubahan ekspresi  Woo Jin menanggapi riang sebelum akhirnya Woo Jin naik kereta.


Di perjalanan pulang Sim Deok berhenti di depan toko topi, dari balik kaca itu Sim Deok bergumam, “Bagaimana bisa seindah itu ?”. Sim Deok pergi, tapi hanya beberapa langkah, ia kembali menatap topi itu penuh keyakinan.

Stasiun Gyeongseong

Rombongan sudah berkumpul. Sim Deok meminta maaf karena terlambat.

Ki Joo tak mempermasalahkan ia malah memujinya cantik.

Sim Deok malu – malu membenarkan topinya sementara Woo Jin tertegun memperhatikan.


Woo Jin mulai menjaga jarak, di dalam kereta ia hanya bisa memandangi Sim Deok dari kejauhan.


Rombongan tiba di halaman rumah mewah. Sim Deok melongo, ia sontak membisiki Myung Hee, “Kurasa Woo Jin adalah mahasiswa yang miskin dan mandiri”

“Tidak mungkin. Dia putra terkaya di Mokpo”


Seorang wanita berhanbok menyambut kedatangan Woo Jin, “Kau datang”

“Mereka teman – temanku. Kami belajar di Tokyo bersama”

Wanita itu memberikan bungkukan hormat lalu berkata, “Kau harus menyapa ayahmu dulu..”

“..Suamiku


Sim Deok terbelalak, ia tertunduk lemas. 


Pesta malam digelar. Hae Sung sebagai pembawa acara mempersilahkan Sim Deok membawakan lagu untuk mereka. dengan tatapan kosong, Sim Deok maju ke depan.


Iringan piano sudah di bunyikan. Ki Joo bingung melihat Sim Deok yang hanya diam.

“Maaf. Suaraku agak serak”

“Sepanjang tur kau tetap bernyanyi jadi aku mengerti..”

“..Sim Deok ~ ssi kenapa kau tak beristirahat ?”, saran Myung Hee yang kemudian menyuruh Nan Pa menunjukkan kemampuan biolanya.


Melodi sedih mengiringi langkah dramatis kepergian Sim Deok.


Sim Deok meninggalkan topinya begitu saja bersama secarik kertas.


Esoknya rombongan berpamitan. Ki Joo bertanya heran karena Sim Deok pulang ke rumah terburu – buru dan hanya meninggalkan catatan.

“Aku yakin ada alasan jelas untuk itu”, sahut Nan Pa sembari menatap Woo Jin yang tengah tertunduk.


“Kapan kau kembali ke Tokyo ?”, tanya Myung Hee.

“Aku berfikir kalau aku ingin menetap di sini sementara”

“Kalau begitu sampai bertemu di Tokyo”.

Woo Jin mengangguk.


Woo Jin akan masuk rumah namun malah mendapati tatapan tajam sang ayah.


Mereka kini duduk berhadapan. Woo Jin diam menerima amukan.

“Sudah kubilang jangan melakukan hal bodoh..”

“..Tapi kau malah berlarian seperti badut dan menulis sastra !”


Woo Jin membungkuk mengucap maaf.

“Woo Jin aa. Kau itu adalah putra tertua dari keluarga ini..”

“..Dan penerus bisnis. Camkan ini dalam pikiranmu.”

“..Tak usah menulis sastra dan berlagak seperti patriot. Pikirkanlah tentang mengambil alih bisnis keluarga suatu hari nanti !!”


Jari – jari Woo Jin mencengram kasar lututnya tapi lagi – lagi ia hanya mengiyakan tanpa banyak komentar.



Woo Jin duduk merenung. Jeom Hye menghampiri sambil mententeng topi Sim Deok.

“Suamiku. Sedari tadi aku sibuk menyerahkan barang – barang tamumu yang tadi ketinggalan saat mereka pergi”


“Aku akan antarkan saat aku sampai di sana”


“Suamiku.. kau sudah lama tidak pulang ke rumah..”

“..dengan rendah hati kusarankan agar kau menahan diri dari kegiatan yang ayahmu tak suka..”

“..Ayahmu berharap kau mengabdikan diri untuk bisnis keluarga..”

“..Setelah kau menyelesaikan studimu dan kembali ke rumah..”

“..Jika dia tahu kau masih menulis sastra..”

“..Dia akan sangat kecewa”


Woo Jin menghela nafas, “Bukankah itu sulit bagimu ?..”

“..Apa tidak lelah menjalani kehidupan yang telah direncanakan ?”

“Memikirkan itu.. tidak demikian”, jawab Jeom Hye tanpa ragu sebelum keluar ruangan.


 Woo Jin menatap sedih topi Sim Deok.


Institut Pendidikan

Woo Jin kaget mendapati Sim Deok berdiri menunggunya.


Sesaat kemudian mereka sudah ada di dalam restourant. Sim Deok berusaha memecah kecanggungan yang terasa luar biasa.

“Ini sudah empat bulan kan ?”

“Begitukah ?”

“E..e..Aku akan kembali ke Joseon dalam dua hari..”

“..Karena kita bisa tampil bersama, kurasa tidak enak bila belum mengucapkan selamat tinggal”


Woo Jin cuek mengiyakan.

“Karena kau sudah mengundangku ke rumahmu..”

“..Terima kasih”


Di luar mereka berjalan beriringan dalam kesenyapan.

Seorang anak berteriak – teriak menyebarkan koran, “Tambahan ! Tambahan ! Takeo Arishima bunuh diri dengan kekasihnya !”

“..Tambahan ! Takeo Arishima bunuh diri dengan kekasihnya !”


Mereka berhenti, Sim Deok bertanya - tanya, “Jika cinta terlarang menyebabkan rasa sakit..”

“..Kau boleh mengakhiri hubungan itu. Kenapa malah melakukan tindakan drastis seperti itu ?”

Woo Jin berfikir jika kesepian yang akan di tinggalkan setelah berpisah pasti terasa menakutkan bagi mereka.


“Toh, kami semua akan melupakan itu”.ucap Sim Deok yang merasa tak setuju dengan perkataan Woo Jin. Ia lanjut mengulurkan jabatan tangan.

“Aku mengharapkan yang terbaik, Woo Jin ~ ssi”


Woo Jin membalas jabatan, “Aku juga mengharapkan yang terbaik untukmu Sim Deok ~ ssi”


Sim Deok berbalik melangkah pergi, ia berusaha membuang semua perasaan cinta menyakitkan yang masih tersisa.Woo Jin menatapi Sim Deok yang semakin berjalan menjauh.

5 Tahun Kemudian
‘Kemitraan tanpa Batas Sanseong’

Tampak tangan seseorang mengambil koran harian Dongjin Ilbo yang tergeletak di lantai. Sementara Woo Jin bersiap memutar piringan hitam.


Pintu terketuk, Woo Jin mempersilahkan masuk. Ternyata orang itu salah satu pegawai Woo Jin yang datang untuk menyerahkan Dongjin Ilbo yang sebelumya dia pungut. Woo Jin mengucapkan terima kasih.


Woo Jin duduk bersantai membuka – buka lembaran koran.

‘Penyanyi Yun Sim Deok akan Tampil di Dansungsa’

Mata Woo Jin menegang, ia kembali teringat permintaan Sim Deok.


“..Jika aku mendapat kesempatan untuk tampil di sini suatu hari nanti..”

“Maukah kau datang dan menontonku ?..”


Sim Deok yang sibuk merias diri untuk bersiap tampil, samar – samar mendengar suara Woo Jin memanggil ia sontak berbalik mencari keberadaannya.

Sim Deok yang sadar tengah menghayal langsung bergumam putus asa, “Itu tidak mungkin”


Di atas panggung Sim Deok menyanyi penuh penghayatan. Semua ingatan kembali terputar.


Mulai dari kenangan saat Hae Sung mengejar Tomoda.


Ingatan saat dirinya mendatangi gedung studio namun tak mendapati apa pun atau siapa pun di dalam. Hanya ada ruangan kosong.


Hingga ingatan perpisahannya bersama Woo Jin yang terkesan menyedihkan. Ternyata saat itu Sim Deok sempat berhenti berjalan, ia kembali menengok ke belakang, namun pada waktu yang tidak tepat karena Woo Jin ikut melangkah menjauh.


Dalam flashback kita tahu jika Sim Deok selama ini berusaha menulis surat untuk Woo Jin tapi ia langsung meremas pesan yang sudah ia tulis karena rasa keraguannya yang cukup besar.


Sim Deok juga sesekali berdiri mematung cukup lama di depan toko rekaman Gyepngseong untuk melepas kerinduannya.


Sim Deok selesai menyanyi, ia mengedarkan pandangan. Matanya terbelalak menyadari sosok Woo Jin di antara kerumunan penonton.

Tanpa pikir panjang ia berlari meninggalkan tempat pertunjukan. 


Di luar Sim Deok masih berusaha menajamkan penglihatan mencari keberadaan seseorang yang dicintainya.

Takdir mempertemukan mereka. Sim Deok memanggil nama pria yang berjalan gontai memunggunginya itu, “Woo Jin ~ ssi”


Woo Jin berhenti. Sim Deok sekali lagi memanggil sendu, “Itu kau kan ? Woo Jin ~ ssi ?”

Woo Jin berbalik, “Sim Deok ~ ssi”


Dari kejauhan mereka saling melempar tatapan.


Bersambung...