Praise of Death Episode 4 Part 1 ~ by2206am

Praise of Death Episode 4 Part 1 ~ by2206am


Sim Deok maju dua langkah, “Bagaimana kabarmu ?”. 

Woo Jin tak bergeming, Sim Deok kembali mendekat, “Bisa beri aku waktu ?..”

“..Tak akan lama. Hanya beberapa menit..”

“..Ayo kita ke suatu tempat dan bicara..”. Sim Deok berhenti berkata, ia terkesiap karena Woo Jin mendadak memegangi tangannya.


“Kau harus ganti baju dulu”

Mereka sesaat diam hanya melontarkan tatapan. Woo Jin melanjutkan sambil menatap ujung gaun Sim Deok, “Aku tidak mau kau berjalan dengan seperti ini”


Sim Deok melihat ke bawah, ia menyadari gaunnya keruh.

Sim Deok telah berganti pakaian. Kini mereka berjalan bersisian. 
“Kudengar kau mengelola bisnis keluarga di kotamu..”

“..Myung Hee bilang kau terlalu sibuk bahkan hanya untuk menanggapi surat - suratnya”


“Pada catatan kaki setiap surat yang dia kirimkan kepadaku..”

“..Ini yang dia tanyakan..”

“..’Woo Jin, kau masih menulis ?’ Aku tidak bisa membalas surat..”

“..Karena kerjaku adalah menandatangani banyak dokumen..”

“..Bukan menulis sastra lagi”


Woo Jin berhenti, ia memuji Sim Deok yang telah menampilkan pertunjukan luar biasa.

Sim Deok bersyukur, ia mengucapkan terima kasih karena Woo Jin memenuhi janji untuk datang menyempatkan diri menonton penampilannya.


“Kau sama sekali tidak terlihat gugup..”

“..Sebenarnya kehadiranku tidak cukup untuk mendukungmu”

Sim Deok tersenyum, “Aku tidak gugup tampil di panggung tadi. namun ..”


“Melihatmu membuat hatiku goyah..”

“..Karena kau menontonku dan kau mungkin pergi..”

“..Kupikir aku akan melupakanmu dan aku tetap berfikir. Tapi..”

“..Aku tersadar ketika melihatmu diantara penonton jika aku ternyata tidak pernah..”

“..Mampu melupakanmu”, imbuh Sim Deok dengan suara bergetar tulus.


Woo Jin yang sedari tadi menyimak dalam kebisuan langsung memberinya pelukan, “Biarkan seperti ini..”

“..Aku juga akan begitu”

Sim Deok membalas dekapan yang membuatnya merasa nyaman.


Di stasiun tiba – tiba Sim Deok berkata, “Aku akan menulis untukmu”.


Woo Jin tak mengerti, Sim Deok menambahkan, “Kau tidak perlu menanggapi Myung Hee, tapi aku akan mengharapkan jawaban itu kembali”. Woo Jin tersenyum menyilahkan. 


Sim Deok pamit pulang. Saat akan naik kereta, Sim Deok kembali berbalik, “Woo Jin..”

“..Ambil pulpenmu lagi. Aku suka dengan tulisanmu”


Woo Jin terlihat bahagia karena kembali mendapat dorongan motivasi, ia menatap kereta yang perlahan melaju menjauh.


Di rumah Jeom Hyo yang hendak memasukkan amplop berkas malah mendapati topi Sim Deok yang masih tersimpan rapi di laci almari. Rautnya menyiratkan kekecewaan.


Esoknya di Stasiun Penyiaran Gyeongseong, Sim Deok menerima bayaran. Atasan melontarkan pujian, “Kerja bagus hari ini ..”

“..Kau seorang penyanyi yang fenomenal..”

“..Aku selalu merasa tidak enak bila tidak banyak membayarmu..”

“..Anggaran kami rendah sekarang karena ini masih uji coba pertunjukan”


Sim Deok memaklumi, ia merasa baik – baik saja, “Aku malah bersyukur karena memiliki kesempatan untuk tampil bernyanyi”


Atasan berterima kasih lalu mengimbuhkan, “Itu.. yang aku katakan tadi..”

“..Lagu yang kau nyanyikan hari ini sungguh luar biasa, tetapi biasanya kau menyanyikan lagu klasik..”

“..Yang kebanyakan orang tahu itu menantang dan tidak familiar. Sebenarnya aku salah satu dari orang itu..”

“..Mulai sekarang, bagaimana kalau kau menyanyikan lagu yang familiar di dengar orang lain ?”


Sim Deok ragu mengiyakan tapi ia akan berusaha semaksimal mungkin memenuhi keinginan sang atasan.

“Aku tahu kau segera mengerti..”

“..Maka aku akan menantikan penampilanmu selanjutnya”

“Ya”




Sim Deok pulang, ia terlihat lesu. Ibu langsung menghampiri untuk menanyakan bayaran karena tidak memiliki persediaan beras.


Sim Deok menyerahkan amplop uang. Ibu sedikit protes usai mengeluarkan isinya, “Ngomong – ngomong entah itu acara TV atau resital..”

“..Kenapa kau selalu dibayar sedikit ?”


Sim Deok santai mengira jika itu mungkin karena orang – orang yang masih belum mengenal musik vokal.

“Tapi tetap saja.. Kau bahkan belajar di Jepang..”

“..Bahkan seorang pelari dibayar lebih dari ini”


Sim Deok tertunduk lemah. Ibu menyuruhnya istirahat, ia mengira anaknya lelah.


Seperginya ibu, raut Sim Deok benar – benar terpandang kusut.


Sim Deok mulai menoreh tinta.
“Woo Jin.. Bagaimana keadaan di sana ?”

“..Aku.....”. Tulisan terhenti, sejenak ia menarik nafas.

“..Aku...sangat baik disini. Aku tak perlu khawatir..”

“..Semuanya berjalan baik..”



Berbanding terbalik dengan isi pesan, Sim Deok yang kini menerima gaji di depan stasiun penyiaran benar – benar menampakkan ekspresi muram, sementara suara surat Sim Deok terdengar mengiringi perjalanan hidupnya.


“..Aku pergi ke mana pun di mana aku bisa bernyanyi..”

“..Mampu bernyanyi dalam bahasa asli di sini..”

“..Membuatku sangat bahagia”


Sim Deok berjanji temu di stasiun dengan Woo Jin. Seharian mereka menghabiskan waktu bersama.

“Tapi aku lebih bahagia lagi saat aku melihatmu..”


“..Apa karena kehangatan dimatamu saat kau melihatku ?”


“Atau karena tanganmu yang hangat..”

“..Saat kau memegang erat tanganku ?”


“Pokoknya tidak masalah selama aku masih bisa bersamamu”.

Woo Jin yang baru selesai membaca surat langsung menulis pesan balasan.


“Aku senang mendengar kau baik – baik saja”


Woo Jin berusaha menuliskan kalimat menenangkan. Dalam flashback kita tahu jika Woo Jin terlihat gusar melakukan pekerjaan yang dipaksakan.

“..Aku juga... Baik baik saja..”

“..Aku berjuang untuk terbiasa dengan pekerjaan yang harus kulakukan untuk perusahaan..”

“..Tapi terkadang aku menulis beberapa ulasan dari majalah sastra..”


“..Menulis puisi atau drama.. dan memikirkan tentangmu untuk mencari hiburan..”

“..Lalu aku berfikir dan menyadari betapa aku merindukanmu”


Woo Jin selesai menulis surat. Adegan kebersamaan mereka berdua di dalam ingatan Woo Jin yang kini terputar.


“Aku mengunjungi Gyeongseong saat merasa seperti ini..”

“..Tapi apa intinya ?”


“Saat aku kembali setelah kita berpisah..”

“Aku tahu kalau aku sudah merindukanmu”

Terlihat Woo Jin termenung memandangi cakrawala lautan.


“..Apa yang harus aku lakukan dengan perasaanku padamu ?”

Sim Deok tersenyum membaca sepucuk surat Woo Jin itu.