Praise of Death Episode 5 Part 3 ~ by2206am

Praise of Death Episode 5 Part 3 ~ by2206am


Gi Seong yang tengah membabi buta dengan wajah penuh luka langsung mencerca Sim Deok penuh emosional. Seong Deok berusaha mencegah tapi dihiraukan.

“600 won untuk biaya sekolahku. Kenapa Lee Yong Moon memberimu pembayaran sebesar itu ?”


Sim Deok yang belum tahu apa pun menjawab tenang, “Aku sudah katakan padamu. Dia berharap kamu menjadi seniman yang hebat”

“Aku menginginkan kebenaran bukan kebohongan !!!!!..”

“..Di rumahnya kau sendirian dengan dia ?..”

Sim Deok mengiyakan.

“Hanya kalian berdua ?? Lalu apa yang kamu lakukan ?!!!!”

Sim Deok bingung tak mengerti arah pembicaraan sang adik.


Gi Seong hendak berucap namun  Seong Deok melarang, ia melanjutkan introgasi dengan emosi yang lebih stabil, “Eonni, kami sudah berusaha untuk tidak memberitahumu..”

“..Tapi rumor menyebar ke seluruh Gyeongseong”

“Rumor apa ?”

Seong Deok merasa berat meneruskannya, “Rumor bahwa kamu dan Lee Yong Moon sedang menjalin hubungan..”

“..Dan tunanganmu membatalkan pernikahan begitu dia mengetahuinya..”

“..Mereka juga bilang kalau Lee Yong Moon membayar uang kuliah Gi Seong..”

“..Sebagai imbalan atas hubungan rahasiamu”

“Mo ???!!”

“Eonni, itu tidak benar kan ?”


“Seong Deok, aku.....”. Sim Deok tiba – tiba terdiam, ia kecewa menyadari apa yang ada di dalam pikiran kedua adiknya, “Seong Deok, Gi Seong..”

“..Bagaimana bisa.. Bagaimana bisa kalian berfikir seperti itu ??”


“Bukan begitu, noona. Aku mau memastikan kalau itu bohong”.

Sim Deok yang terpukul tak mau dengar apa pun, ia langsung keluar.


Sim Deok duduk  menangis.sesenggukan di halaman menyadari besarnya keraguan adik – adik terhadap dirinya.


Esoknya Sim Deok yang berada di luar gedung penyiaran berjalan gontai, langkahnya makin melambat hingga akhirnya berhenti. Tatapannya kosong, sayap impiannya seakan tak bisa lagi diterbangkan (Sim Deok sepertinya dipecat dari salah satu tempatnya bekerja. Kalau menurutku Sim Deok punya pekerjaan di beberapa gedung penyiaran. Mian.. Gak terlalu di jelaskan cuma ada suara narasi laki - laki). Terdengar suara atasan yang menyesakkan, “Aku takut kami tidak bisa membuatmu tampil untuk saat ini..”

“..Rumornya terlalu mengerikan”


Sim Deok meneruskan perjalanan, di tengah keramaian banyak suara mencemooh dirinya dari berbagai arah.

“Dia itu sangat suka uang !”

“Bukankah itu Yun Sim Deok ?”

“Memangnya uang itu penting ? Aku perlu penjelasan”

“Astaga dia benar – benar mengerikan”

“Dia memalukan !”

“Astaga bisakah kau percaya itu ?!”


Kesedihannya tak berhenti di situ. Sim Deok juga mendapati seseorang mencabuti satu per satu poster dirinya lalu memasukkannya ke dalam keranjang sampah.


Di rumah, saat ia mulai mengepak barang – barang ke dalam koper, tiba – tiba ia mendengar suara polisi Jepang.

“Bukankah ini rumah Yun Sim Deok ?”


Sim Deok keluar. Polisi Jepang langsung menunjukkan surat perintah.

“Direktur Biro Pendidikan dan Managemen Jenderal dari Pemerintah Jepang – Korea..”

“..Telah memerintahkan kehadiranmu”

“Urusan apa yang dia miliki denganku ?”

“Apa dia butuh alasan ?”

“Aku tidak bisa mematuhinya tanpa tahu alasannya”


Polisi tak mau tahu, ia memerintahkan dua bawahannya menyeret paksa Sim Deok membuat ibu dan Seong Deok berteriak cemas.



Kantor Pemerintahan Jepang – Korea

Dua polisi itu menarik Sim Deok ke hadapan sang direktur. Direktur memberi kode agar para bawahannya menyingkir.

Ia mendekati Sim Deok lalu mengulurkan jabatan, “Kau Yun Sim Deok ?”

Sim Deok mengacuhkan dan memilih menanggapi ketus, “Benar”


“Kudengar kau belajar di Jepang. Kau lupa cara bicara sopan dengan bahasa Jepang ?”

“Aku dengar anda berasal dari Joseon”

Ekspresi direktur polisi langsung berubah, ia tertawa getir dan berjalan makin mendekat, “Rumor tentang sikap beranimu ternyata benar”


Direktur polisi mulai bersikap lancang, ia memagangi dagu Sim Deok lalu beralih ke pipi. Sim Deok menampik tapi ia malah terkena tamparan keras.

“Kau wanita murahan yang menjual dirinya sendiri demi uang..”

“..Jadi jangan bertindak seolah kau sangat terhormat”


Sim Deok memberi sorotan tajam, derektur polisi tetap melanjutkan kalimat – kalimat menyakitkan.

“Kudengar kalau semuanya sulit..”

“..Kau seorang penyanyi yang tidak bisa tampil di mana saja, itu sebabnya aku memanggilmu..”


“Aku memberimu kesempatan untuk bernyanyi di panggung yang luar biasa”, jelasnya sampil menyerahkan selebaran kertas.

Setelah membaca tulisan di lembaran itu, Sim Deok tertegun, “Ini..”


“Benar. Aku menawarkanmu posisi di Pemerintahan Jepang – Korea sebagai bintang tamu..”

“Kontrakmu akan dimulai saat kau..”

“..Bernyanyi di perjamuan yang diselenggarakan oleh pihak kantor..”

“..Kau juga harus bersedia tampil dalam acara perayaan kemakmuran Jepang..”

“..Dengan nyanyianmu, cerahkan pikiran orang Joseon yang bodoh..”

“..Tunjukkan pada mereka semangat kekaisaran”,perintah kepala polisi yang sudah kembali terduduk di kursi jabatannya.


Sim Deok menolak, ia beralasan telah mengikat kontrak dengan perusahaan rekaman di Jepang, “Aku harus ke Osaka untuk perekaman..”

“..Jadi aku tidak bisa menerima proposal ini”, ucapnya sambil meletakkan selebaran tadi di atas meja.


“Kalau begitu aku permisi”. Sim Deok sudah berjalan menuju pintu keluar namun langkahnya terhenti setelah direktur polisi kembali berujar.

“Rumah nomor 1-73, Distrik Seodaemun-Gyeongseong..”

“..Aku ingin tahu bagaimana keadaan orang tuamu..”

“..Adik perempuanmu Yun Seong Deok dan adik laki – lakimu Yun Gi Seong..”

“..Keduanya berencana untuk belajar ke Amerika..”

“..Itu berarti saat ini mereka ada di Joseon..”


Sim Deok yang sedari tadi menyimak dalam keterkejutan lanjut berbalik. Direktur polisi menertawakan raut wajahnya.


Ia bangkit dan kembali menghampiri Sim Deok, “Kurasa akhirnya aku berhasil mengalahkanmu..”

“..A..Kita harus bertemu untuk minum saat kau kembali..”


Direktur polisi berbisik, “..Di suatu tempat pribadi.. Hahahaaaa”

Sim Deok masih terdiam, matanya berkaca – kaca.

“Aku berharap yang terbaik untuk rekamanmu di Jepang..”

“..Yun Sim Deok”


Sim Deok tak bisa lagi berkata – kata, bibirnya bungkam, matanya terbelalak, kepalan tangannya makin mengerat.


Harga diri Sim Deok telah terinjak, matanya kini tak lagi menampilkan semangat kehidupan. Sim Deok yang sudah berada di luar, menatap kemegahan gedung keamanan itu dengan memegangi ujung proposal perjanjian.


Bersambung...