Praise of Death Episode 6 Part 2 ~ by2206am

Praise of Death Episode 6 Part 2 ~ by2206am


Di gedung teater, Hong Hae Sung dan Tomoda yang tengah bersiap melakukan latihan, dikagetkan oleh kehadiran Woo Jin.

“Woo Jin-san...”, sapa Tomoda diikuti sapaan riang Hae Sung.


“Kau dikurung di rumah dengan tulisanmu..”

“..Jadi apa yang membawamu kemari ?”, tanya Hae Sung.

“Aku hanya ingin melihat teater”

Tomoda menanyakan pemulisan naskahnya. Woo Jin menanggapi jika tidak ada kendala yang berarti.


“Aku penasaran seberapa bagus dengan milikmu”, lanjut Tomoda

Hae Sung memberi tahu jika Woo Jin sudah menyelesaikan 4 naskah, kini ia dalam perjalanan merampungkan naskah ke 5, “Tapi dia tidak pernah membiarkanku membaca salah satu naskahnya”

Tomoda menganggap tindakan Woo Jin berlebihan, “Kapan kau akan menunjukkannya pada kami ?”

“Nanti”, janji Woo Jin hingga membuat Hae Sung melebarkan senyum.


Para pemeran sudah mulai memasuki panggung. Tomoda menyuruh Woo Jin duduk dan menyaksikan penampilan mereka.

Woo Jin menolak, ia beralasan harus bergegas ke suatu tempat.

Hae Sung mendesah, “Tonton saja latihannya, kau sudah penasaran kan dari tadi ?”


Woo Jin tersenyum, Hae Sung bisa membaca kode penolakan halusnya, “Dasar ! Kau ini keras kepala sekali..”

“..Aku akan mampir ke tempatmu nanti. Ayo makan bersama”

Woo Jin mengiiyakan sebelum akhirnya berjalan pergi.


Terdengar percakapannya bersama Sim Deok mengiringi tapakan langkah kakinya.

“Apa impianmu ?”

“Entahlah. Aku tidak pernah memikirkan hal semacam itu”

“Impian tidak harus selalu megah. Apa yang memberimu sukacita ? Coba pikirkan apa yang membuatmu bahagia”


Suara ayah juga bergema di pikirannya, “Kau putra tertua dari keluarga ini..”

“..Dan penerus bisnis..”

“..Tak usah menulis sastra dan berlagak seperti patriot..”

“..Pikirkanlah untuk mengambil alih bisnis keluarga suatu hari nanti”


Suara Jeom Hyo mengikuti, “Kau akan menulis semalaman lagi ?”

“Kenapa kau harus peduli tentang gerakan teformasi teatrikal di Joseon ?!!”

“Apa kau akan kembali ke Joseon hanya setelah ayah meninggal ?”

“Woo Jin, ambil pulpenmu lagi..”

“..Aku suka dengan tulisanmu”

“Tapi tolong jangan lupakan tugasmu sebagai seorang anak”


Langkah Woo Jin terhenti, dua pasang mata putus asa saling bertatap temu.


Di bangku taman, Woo Jin berkata jika dirinya harus kembali ke Joseon, “Aku tidak bisa meninggalkan ayahku..”

“..Tapi kembali ke Joseon terlalu berat bagiku..”

“..Di Joseon aku tidak bisa menulis lagi maupun menemuimu”


“Berarti kita berada di perahu yang sama. Kita berdua menghadapi dilema..”

“..Pemerintah Jepang – Korea ingin mempekerjakanku sebagai penyanyi mereka..”

“..Jika aku kembali setelah rekaman albumku di sini dan menjadi penyanyi mereka..”

“..Jiwaku akan mati..”

“..Tapi jika aku memilih untuk tidak kembali..”

“..Keluargaku akan mati..”


“Kau ingat hari pertama kita bertemu ?”, imbuh Sim Deok


“Aku sedang membaca buku karya Takeo Arishima..”

“..Dan kau memulai percakapan denganku”


Sim Deok tersenyum, “Mungkin itukah bagaimana kita pertama kali bertemu ?..”

“..Setiap kali kau terlintas dalam pikiranku..”

“..Aku juga teringat Takeo Arishima, bukunya..”

“..Dan kematiannya. Sekarang aku bisa mengerti..”

“..Kenapa dia membuat pilihan seperti itu”


Woo Jin masih menyimak, Sim Deok melanjutkan dengan raut semrawutan, “Dia pasti ingin beristirahat di suatu tempat..”

“..Di mana dia tidak lagi harus berusaha keras..”

“..Dan di mana tidak ada lagi perpisahan..”

“..Dia pasti menginginkan kedamaian. Aku...”

“..Ingin istirahat sekarang. Aku sungguh..”


“..Aku sungguh lelah sekarang. Tapi aku tidak bisa melakukannya..”

“..Karena aku takut aku mungkin akan merindukanmu”


Woo Jin menyahut lemah, “Jika itu yang kau inginkan, kau bisa beristirahat sekarang..”

“..Aku dulu berpikir bahwa dia lari dari kehidupan..”

“..Tapi aku tidak lagi berpikir demikian..”

“..Dia membuat pilihan itu untuk hidup..”

“..Agar tidak kehilangan kepercayaan dirinya..”

“..Dia memutuskan untuk mati”

“Untuk yang pertama dan terakhir dalam hidupku..”

“..Aku ingin menjalani kehidupan seperti diriku yang sebenarnya..”

“..Aku ingin merasakan hidup meski dalam kematian”


“Jadi, kau boleh beristirahat dengan tenang juga..”

“..Di sampingku”


Sim Deok menatap haru. Woo Jin mengusap air matanya.


Larut malam Hae Sung datang bertamu, beberapa kali ia mengetuk pintu tapi tak mendapati jawaban, ia terpaksa membuka pintu yang tidak terkunci tanpa mendengar persetujuan sang pemilik ruangan.

Hae Sung menggerutu karena tidak ada siapa pun di dalam kamar, “Pergi kemana dia larut malam ??”


Mata Hae Sung menangkap lembaran kertas di atas meja, “Datanglah ke Osaka dalam lima hari..”

“..Alamatnya sudah kucantumkan”

Hae Sung bertanya – tanya dalam kebingungan kenapa Woo Jin tiba – tiba pergi ke Osaka.


Orang yang dicari-cari kini duduk di dalam kereta bersama Sim Deok.

Mereka sejenak saling melempar senyum ketenangan sebelum akhirnya Sim Deok kembali menyandarkan kepalanya. Woo Jin menggenggam erat tangan Sim Deok. 


Setelah menemukan tempat bermalam di Osaka, kedua orang itu benar – benar menikmati waktu bersama. Mulai dari makan berhadapan dengan penuh kebahagian hingga menyusuri tepian pantai yang mententramkan.