Ae Shin tengah membersihkan tangan sementara Bu Haman menyiapkan tempat tidur sambil menggerutui Dong Mae, “Orang bodoh itu tidak tahu terima kasih..”
“..Dia tidak tahu siapa yang menyelamatkannya..”
“..Dia diberi kesempatan kedua, tapi malah memanfaatkannya seperti itu. Astaga...”
Meski tidak menjawab, Ae Shin terlihat memikirkan pertemuannya dengan Dong Mae.
Keesokan harinya, Eugene duduk melamun di halaman delegasi AS, ia mengingat kembali ornamen Ho Sun dan tragedi yang menyertainya.
Hiasan ornamen Ae Shin yang berayun juga ikutan muncul.
Kwan Soo datang menyadarkan, “Apa yang ada pikirkan ?”
“Tentang tempat untuk dituju”
“Anda mau kemana ?”
Eugene langsung menggumamkan sesuatu yang sulit dimengerti, “Harusakah aku mengikuti ornamen menuju musuhku..”
“..Atau mengikuti mangkuk menuju penolongku ?..”
“..Karena cuacanya indah, haruskah aku berpiknik saja ?”
“Yee ??”
“Aku terus pergi ke tempat jauh..”
“..Entah tempat jauh mana lagi yang akan aku datangi..”
“..Ataukah tempat terjauh itu sudah aku lewati ?”
Kwan Soo sontak mengecek minuman Eugene takut – takut tuannya minum sesuatu yang salah karena sejak tadi Eugene bicara melantur tak karuan.
Saat Kwan Soo sibuk membaui cangkir, tiba – tiba Eugene bilang dirinya lapar, “Ayo kita makan !!”
“Ide yang bagus tuan, Let’s go !!”
Makanan tersaji. Kwan Soo lagi – lagi melihat tuannya melamun, “Bagi seseorang yang lama di luar negeri..”
“..Makanan Joseon pasti sesuai selera anda”
“Aku tidak mampu makan ini waktu di Joseon”
“Yee ?”
“Sudah makanlah !”
“Aa..Baiklah terima kasih. Sebenarnya, aku sangat lapar karena berpikir terlalu keras tuan.Hahahahaa”
“Aku sempat bepikir tuan..”
“..Orang Amerika yang mati itu Logan Taylor..”
“..Bukankah ada yang ganjil ?”
Eugene waswas menyimak, “Apa yang ganjil ?”
“Menurutku dibalik kematiannya, ada rahasia yang kita berdua tidak tahu”, bisik Kwan Soo yang sontak membuat Eugene menyemburkan makanan.
Eugene beralasan jika supnya panas.
Kwan Soo lanjut mengutaran pikiran cerdasnya dengan suara sepelan mungkin, “Dia penasihat diplomatik kerajaan dan pro Jepang..”
“..Jadi kematiannya melibatkan..”
“..Amerika, Joseon, dan Jepang. Setidaknya tiga negara..”
“..Tapi anehnya situasinya tetap tenang”
“Mungkinkah pembunuh yang menembaknya adalah orang Amerika ?”
“Kenapa Amerika menginginkan kematiannya ?”, Tanya Eugene yang berusaha tenang tak menunjukkan gerak – gerik mencurigakan.
Sepersekian detik, Kwan Soo langsung berubah haluan, “Ah..Kalau begitu Jepang..”
“..Ahh Yah..Itu dia..”
“..Di hari pemakamannya, perkumpulan Naga Hitam (Musin) menerobos dan mengacak – acak rumah mendiang..”
“..Mereka mencari sesuatu..”
“..Istri dan anak – anaknya di kediaman Duta Besar Allen..”
“..Mereka bersembunyi dari sesuatu”
Eugene penasaran, Kwan Soo penuh semangat menjelaskan, “Itu organisasi yang dipimpin oleh Gu Dong Mae..”
“..Anda tahu saat melihatnya..”
“..Terlihat jelas..”
Kwan Soo terperanjak, mendadak seseorang mengarahkan samurai ke lehernya.
Dalam ketakutan, ia menyempatkan meneruskan perkataan, “Mereka biasa menghunuskan pedang seperi ini tanpa peringatan..”
“..Berpakaian dan berpenampilan seperti mereka”
Yoo Jo menggunakan bahasa Jepang meminta Kwan Soo menterjemahkan sesuatu, “Jika kau menghargai hidupmu, ikuti kami dan menurutlah !”
Eugene polos bertanya apa mereka dari Perkumpulan Musin.
Kwan Soo bergidik, “Anda tidak boleh mengatakannya selantang itu tuan”
“Kau,, diam dan makan saja !..”
“..Jangan ikut campur !”
Eugene santai mempersilahkan mereka segera membawa Kwan Soo.
“Tuan, anda sungguh tega..”
“..Tuan selamatkan aku..”
“..Tuan ! Tuan !”, jerit akhir si juru bahasa.
Eugene meneruskan sesi sarapan tanpa sedikit pun beban meski ia mendengar percakapan iba bibi penjual di belakang, “Aigoo.. Kasihan sekali dia..”
“..Biasanya orang yang dibawa tidak kembali hidup - hidup”
“Kemarin di Jingogae, Gu Dong Mae mengamuk..”
“,,dan menyebabkan pertumpahan darah”,imbuh seorang Ajeossi
Kwan Soo malang memberontak, “Aku tidak tahu ada apa ini, tapi aku bekerja di legasi Amerika !”
“Pasti ada kesalahpahaman ! Kalian mendengarku ?”
Kwan Soo yang tak sengaja menoleh langsung berteriak memanggil nama tuannya.
Rombongan berhenti, Yoo Jo menghampiri, “Kau ! Kenapa mengikuti kami ?”
Eugene pura – pura menoleh ke belakang seolah ada orang selain dirinya, ia lanjut menunjuk diri, “Kau bicara padaku ? Kita searah. Abaikan aku”
“Aku sudah bilang jangan ikut campur !”
Yoo Jo mengayunkan samurai diikuti anggota Musin yang lain, Eugene sontak merogoh mantel, “Jika kalian mau memamerkan senjata..”
“..Aku juga punya”
Acungan pistol membuat nyali para Musin sedikit menciut. Yoo Jo memerintahkan bawahannya untuk melepas Kwan Soo. Sebelum pergi Yoo Jo sempat mengarahkan mata pedang ke wajah Eugene, “Sampai nanti”
Kwan Soo yang bergetar segera berlari ke samping Eugene, “Terima kasih tuan...”
“..Sulit dipercaya anda terus makan saat mereka membawaku”
“Ini sering terjadi ?”
“Apa maksud anda ?”
“Mereka butuh juru bahasa dan mendesak”
“Juru bahasa ? Mereka ? Apa yang bisa kuterjemahkan kalau tak tahu bahasa Jepang ?”
Eugene meminta Kwan Soo yang masih keheranan untuk menunjukkan jalan.
“Ke mana ?”, tanyanya polos.
“Tempat mereka membawamu. Apa alasan mereka membutuhkanmu ?”
Seketika Kwan Soo menggerutu, ia menyuruh Eugene mencari tahu sendiri.
Eugene melirik, “Let’s Go”. Kwan Soo sadar tak bisa menolak perintah.
Mereka tiba di sarang Musin (Jingogae, tempat Ae Shin membeli gula - gula). Terlihat laki – laki bertelanjang dada berjalan sempoyongan bersama seorang kawan. Penjual di toko roti Paris menggerutu kesal karena mereka selalu berpakaian tak beradab setelah matahari terbenam.
Penjual itu langsung menutup toko setelah melihat Yoo Jo melintas bersama pasukan yang jauh lebih banyak.
Kwan Soo yang bersembunyi di belakang sontak berbisik, “Kita harus pergi selagi anggota tubuh kita masih saling menempel tuan”
“Kau juru bahasa yang tadi..”
“..Beraninya kau datang sendiri kemari”
“Kau bilang sampai nanti”, balas tenang Eugene.
Yoo Jo merasa tertantang, ia mengayunkan samurai. Eugene segera menarik pelatuk membuat senjata panjang itu terjatuh.
Seluruh pengikut mengeluarkan samurai dari sarungnya, mereka bersiap menyerang.
Eugene tak gentar, “Siapa Gu Dong Mae ?”
Kwan Soo menatap kosong, ia kembali berbisik, “Kecuali anda bisa membunuh sepuluh orang per peluru, kita bisa selamat tuan”
“Aku langsung menembak supaya polisi bisa dengar..”
“..Selain itu, bukankah tembakanku jitu ?”
“Seperti inikah sifat asli anda ?”
“Mari bertahan hidup sampai bantuan datang”
“Bagaimana jika kita mati duluan ?”
“Sekarang aku berpikir, kita harus memberikan petunjuk bahwa aku orang Amerika..”
“..Pasti berhasil. Are you ready ?”
Nada Kwan Soo meninggi, “Benar – benar seperti inikah sifat anda ?!”
Eugene tak peduli sekali lagi ia menanyakan siapa Gu Dong Mae.
Yang dibicarakan berjalan mendekat menyibak pasukan, “Aku Gu Dong Mae..”
“Jika kau menodongkan pistol pada malam hari di Jongogae..”
“..Kau akan kena masalah tuan..”
“..Mungkin aku tak akan hadir untuk pamit di pemakamanmu..”
“..Bagaimana jika kita berkenalan ?”
Eugene menurunkan todongan, “Aku Eugene Choi, konsul untuk legasi Amerika”
Dong Mae menyeringai, “Apa itu nama keluargamu di Joseon ?”
Kwan Soo menegaskan jika Eugene orang Amerika.
“Kemarin aku orang Amerika. Aku dibayar dengan dolar..”
“..Hari ini aku orang Jepang dan dibayar dengan yen..”
“..Jadi aku memanggil juru bahasa..”
“..Kabarnya dia menolak dan aku kecewa”
Eugene menanyakan alasannya membutuhkan juru bahasa.
“Untuk uang tentunya, aku belum dibayar untuk pekerjaanku..”
“..Tapi klienku tidak bisa ditemukan..”
“..A.. setelah kupikir – pikir lagi dia mati karena tertembak”, jelas Dong Mae sambil melirik pistol Eugene.
Dong Mae lanjut memberitahu jika empat orang pelindung Logan yang tewas adalah anak buah yang sudah ia anggap seperti keluarga, “Nyawa tidak berarti, tapi upah mereka sangat berarti..”
“..Istri mendiang tetap harus membayar, tapi dia bersembunyi di rumah Horace Allen..”
“..Mustahil menghubunginya sekarang..”
“..Aku berharap bisa menulis surat permohonan..”
“..Maukah seorang pria Amerika membantuku terkait hal ini ?”
Eugene beralasan jika sebenarnya ia ingin memberi bantuan tapi sayang ia kurang mahir perihal menulis.
Eugene berpindah posisi untuk memperlihatkan Kwan Soo yang sedang bersembunyi.
“Aku sarankan dia..”
“..Dia pintar dan bersedia membantumu”
Sebelum pergi Eugene menyampaikan pesan terakhir, “Bantu dia. Sepertinya mendesak. Aku percaya padamu”
Kwan Soo merinding, ia berteriak mengejar sang tuan tapi dua anak buah Dong Mae langsung menyeretnya paksa.
Yoo Jo menanyakan langkah selanjutnya. Dong Mae fokus melihat Eugene yang makin menjauh, ia tampak tertarik karena sifat berani Eugene, “Tidak ada pilihan lain. Ini bisa merepotkan..”
“..Lepaskan saja dia..”
“..Hidup - hidup”
Setiba di kamar Hotel hal awal yang dilakukan Eugene adalah memusnahkan foto Logan. Dari lantai atas Eugene melempar asal foto yang tengah terbakar.
Lee Jung Mun membahas masalah dokumen penting yang ikut menghilang bersama kematian Logan, “Beruntung sepertinya dokumen itu belum jatuh ke tangan Jepang”
Gojong memerintahkan Jung Mun untuk mengirim surat resmi pada Amerika terkait perizinan pendirian kamp militer.
Jung Mun keberatan, “Itukah keinginan Yang Mulia ?..”
“..Dubes Allen pura – pura membantu kita dengan wajah polosnya..”
“..Tapi dia hanya memikirkan keuntungan Amerika”
Gojong berpikir jika saat ini Jepang berusaha merebut kekuasaan di seluruh Asia, “Aku tidak tahu jalan lain untuk mengendalikan mereka..”
“..Kau sendiri tahu ?”
“Tidak tahu. Maaf Yang Mulia”
“Aku sangat cemas sampai tidak bisa tidur..”
“Temukan dokumen itu secepat mungkin”
Sekuat tenaga, Jung Mun akan mengusahakan.
Esoknya di halaman istana, dua orang tentara Amerika mencibir Kwan Soo yang tengah berlutut hormat di depan dokumen titah kerajaan.
“Aku masih merasa ini tidak beradab setiap kali melihatnya..”
“..Membungkuk ke sebuah dokumen”
“Orang Joseon bahkan membungkuk di depan telepon sebelum menjawabnya”
Jung Mun berusaha menahan geram.
Kwan Soo berdiri, “Aku akan menyampaikan surat ini setelah Dubes Allen kembali dari tambang Unsan”
“Ini sangat penting kau harus melakukannya”
“Yee, Tuan”
Ditengah upacara sakral itu, tiba – tiba terdengar suara hentakan kaki kuda. Jung Mun menoleh, “Dimana sopan santunmu ?!”.
Kwan Soo bertanya,"Anda mau kemana ? Anda lihat, Yang Mulia mengirim surat”
“Lakukan tugasmu. Aku ada urusan mendesak”
Eugene melajukan kuda membuat Jung Mun hampir mengumpat, “Dasar...”
“Maksudnya ada yang lebih penting dari titah kerajaan ?”
Kwan Soo mencoba memaklumi, “Tidak seperti penampilannya, dia orang Amerika seutuhnya..”
“..Dia belum terbiasa dengan adat kita”
Jung Mun kaget, “Orang Amerika ?”
“Yee, Tuan..”
“..Mungkin karena tinggal lama di luar negeri..”
“..Entah ada bawahan yang meninggal atau menerima titah kerajaan..”
“..Dia tetap saja tenang....”
Kwan Soo mendadak diam karena Jung Mun memberikan sorot mengerikan sebab ia terlalu banyak mengeluarkan gerutuan. Kwan Soo kembali bersikap penuh santun, “Yaa Tuanku,, dia memang acuh tak acuh”